TEMPO.CO, Jakarta - Elisnawati, warga Pemaluan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menyatakan menolak penggusuran rumahnya akibat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN, rumahnya di Pemaluan masuk dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP).
Elisnawati berujar masyarakat adat yang mendiami Pemaluan terus menolak penggusuran dengan menggandeng organisasi masyarakat sipil. Mereka antara lain Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), hingga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman).
Kepada jejaring organisasi masyarakat sipil itu, dia mengatakan warga Pemaluan terus mendiskusikan cara supaya mereka tidak digusur. "Bagaimana caranya kami masih menjadi bagian dari pembangunan IKN, tidak dipindah dari asalnya," ujar Elisnawati melalui sambungan telepon, Rabu, 13 Maret 2024.
Upaya berjejaring itu, kata Elisnawati, mereka lakukan karena publik di luar Pemaluan memandang situasi baik-baik saja tanpa ada protes. "Padahal setelah saya ke lapangan, jadi tahu begini loh keadaan Pemaluan sebenarnya," tutur Elisnawati, yang juga terlibat dalam mengadvokasi masyarakat adat.
Ketika ditanya sikap warga terhadap pembangunan IKN, Elisnawati mengatakan tak bisa dikatakan semua menolak, tetapi juga tidak semua mendukung. Namun, dukungan itu diberikan karena mereka berpikir masih akan dilibatkan dan dibiarkan tinggal.
"Tidak mungkin mereka mau mendukung kalau mereka disingkirkan, kalau mereka dihilangkan dari bagian IKN, bagian dari kampung itu sendiri," kata Elisnawati.
Menurut dia, presentase masyarakat adat yang asli mendiami Pemaluan tergolong kecil. Dibandingkan warga pendatang, dia memperkirakan perbandingannya adalah 30 berbanding 70 persen. Dia mengatakan warga pendatang itu bersikap tak masalah dengan penggusuran.
Pilihan Editor: Otorita Beri Opsi ke Warga yang Terdampak Pembangunan IKN: Ganti Untung atau Relokasi Lahan