TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Center for Environmental Law atau ICEL mengajukan amicus curiae untuk perkara yang menjerat aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang menolak tambak udang di Karimunjawa. Dalam perkara nomor 14/Pid.Sus/2024/PN.Jpa Daniel didakwa melakukan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik secara daring atas konflik lingkungan yang terjadi di Karimunjawa.
Daniel Frits diproses hukum setelah melayangkan kritik berupa komentar di Facebook. Kritik itu membuat dirinya dilaporkan ke polisi pada akhir tahun 2022. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jepara sejak 1 Februari 2024.
“Perkara Daniel merupakan perkara yang tidak layak disidangkan dan seharusnya Daniel dilepaskan dari segala tuntutan hukum,” kata ICEL dalam keterangan tertulis pada Selasa, 2 April 2024. Pengadilan Negeri Jepara dengan putusan yang akan membacakan vonis terhadap Daniel pada 4 April 2024 nanti.
Ada tiga poin dalam amicus curiae ICEL yang mereka kirim ke Pengadilan Negeri Jepara. Pertama, Daniel merupakan pejuang Hak Asasi Manusia dan lingkungan dan proses peradilan pidana yang dihadapinya adalah Strategic Lawsuit Against Public Participation atau SLAPP. Kedua, ICEL menyampaikan bahwa anti-SLAPP sebagai instrumen perlindungan terhadap pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat harus diimplementasikan dalam perkara ini.
“Perma No. 1 Tahun 2023 sebagai salah satu instrumen yang memuat mekanisme anti-SLAPP menekankan bahwa apabila pemeriksaan pokok perkara telah dilakukan dan hakim menyimpulkan bahwa perbuatan yang dituntutkan terhadap terdakwa terbukti, tetapi terdakwa juga terbukti sebagai pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum,” kata ICEL.
Ketiga, ICEL berargumen bahwa tindakan warga Karimunjawa itu merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang dilindungi. SKB UU ITE antara Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri menjelaskan beberapa catatan penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebagai tuntutan jaksa penuntut umum. ICEL menyebut catatan SKB tersebut berupa (1) perbuatan memiliki motif membangkitkan kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA dan (2) mengecualikan penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu atau kelompok masyarakat sebagai perbuatan yang dilarang, kecuali dapat dibuktikan bahwa terdapat upaya menghasut, mempengaruhi, dan/atau mengadu domba.
“Dua hal tersebut sebenarnya sangat jelas tidak terpenuhi dalam perkara ini. Sehingga tindakan Daniel merupakan kebebasan berpendapat yang dilindungi. Pendapat Daniel juga perlu untuk dipandang sebagai suatu keutuhan untuk mengajak masyarakat lebih peduli dan berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan di Karimunjawa yang diduga tercemar akibat tambak udang ilegal,” kata mereka.
Atas pertimbangan tersebut, ICEL merekomendasikan kepada majelis hakim untuk menyatakan aktivitas Daniel yang juga pejuang HAM merupakan SLAPP. Selain itu, ICEL juga meminta majelis hakim untuk menggunaka anti-SLAPP sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU PPLH, Pedoman Jaksa No. 8 Tahun 2022, dan Perma No. 1 Tahun 2023 dalam menangani perkara ini.
“Menyatakan tindakan Daniel sebagai kebebasan berpendapat yang dilindungi baik oleh instrumen hukum internasional maupun instrumen hukum nasional dan melepaskan Daniel dari segala tuntutan hukum dan memulihkan haknya,” kata ICEL.
Pilihan Editor: Informasi OTT KPK Sering Bocor, Alexander Marwata: Tidak Pernah Terungkap