TEMPO.CO, Depok - 13 anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia (Satgas PPKS UI) memutuskan mengundurkan diri.
"Keputusan pengunduran diri ini terhitung sejak 1 April 2024, dan bersifat final yang merupakan hasil pemufakatan 13 anggota Satgas PPKS UI, baik unsur dosen tenaga pendidikan maupun mahasiswa," tulis Satgas PPKS dikutip dari postingan akun Instagram @ppks.ui, Rabu, 3 April.2024.
Dalam keterangan akun tersebut, Satgas PPKS UI menjelaskan bahwa pencegahan dan penanganan seksual dalam kampus merupakan tanggung jawab rektor dan jajarannya. Satgas pada hakikatnya bertugas membantu rektor dalam mewujudkan tanggung jawabnya untuk memastikan kampus yang aman, dan bebas dari kekerasan seksual.
"Akan tetapi dalam perjalanan tugas Satgas PPKS UI, sejak dibentuk hingga saat ini, kami berkesimpulan bahwa rektor dan jajaran pimpinan UI tidak memiliki komitmen yang cukup dalam mendukung tugas Satgas. Hal ini terbukti dengan tidak adanya perubahan konkret dan nyata dalam kebijakan cara pandang sikap dan perlakuan terhadap Satgas PPKS UI," tulis Satgas.
Dalam postingan tersebut, ada sejumlah pertimbangan yang mendasari keputusan pengunduran diri Satgas PPKS UI, seperti ditempatkan hanya sebagai Panitia Ad Hoc.
Menurut Satgas, posisi ini berkonsekuensi pada rumitnya administrasi yang harus dipenuhi satgas dan sulitnya memperoleh sarana prasarana dan dukungan keuangan bagi kerja kerja operasional.
"Prosedural administrasi yang dituntut telah menghambat kerja substansial dari tugas utama satgas. Sedangkan sangat minimnya dan tidak sesuainya sarana dan prasarana yang disediakan universitas semakin memperberat beban kerja dan resiko yang ditanggung satgas dalam menjalankan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan UI," tulis Satgas.
Selain itu, tidak dipenuhinya permintaan Satgas PPKS UI kepada pimpinan pada 17 Juli 2023, yaitu menetapkan prosedur kerjasama antara pusat penanganan terpadu dan satgas PPKS UI sebagai wujud komitmen di dalam implementasi pendampingan dan pemulihan terhadap korban
"Kedua, menyelenggarakan penandatanganan pakta integritas oleh segenap pimpinan dan sivitas akademika UI untuk mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan seksual," terang postingan tersebut.
Dengan meningkatnya frekuensi pelaporan, semakin kompleksnya kasus-kasus yang ditangani, dan semakin mendesaknya langkah nyata pembenahan budaya kampus yang menyuburkan kekerasan seksual.
"Satgas sampai pada kesimpulan bahwa mustahil bagi Satgas PPKS UI untuk dapat meneruskan tugasnya hingga akhir masa jabatan pada 30 September 2024 dalam situasi tersebut," tulis Satgas.
Kemudian, tidak adanya dukungan konkret dari pimpinan UI dalam pemberian pendampingan dan pemulihan psikologis kepada para korban, saksi, dan terlapor mendorong Satgas PPKS UI berinisiatif mencari jalan keluar.
Di antaranya bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang bersedia menyelenggarakan pelatihan dan pelayanan konseling secara cuma-cuma.
Namun dengan adanya kebijakan nasional baru di bidang pendidikan profesi piskolog, fakultas tidak lagi bisa menyediakan pelatihan dan layanan konseling bagi korban, saksi, dan terlapor.
"Artinya, UI harus menyediakan fasilitas konseling dan anggaran khusus untuk tenaga psikolog yang profesional. Situasi ini sudah pernah disampaikan Satgas PPKS UI kepada pihak rektorat, namun proses yang harus ditempuh pada konselor ini diberlakukan sama dengan proses penerimaan pegawai baru, yang mensyaratkan surat lamaran dan berbagai syarat administratif lainnya," tulis Satgas.
Mereka mengatakan konsekuensi dari posisi satgas sebagai semacam panitia ad hoc adalah rumitnya prosedur birokrasi dan administrasi bagi satgas, bahkan anggota telah mengeluarkan dana pribadi demi tersedianya sarana prasarana, operasional, bantuan medis pada korban dan pemulihan psikologis sebagai dampak lanjut penanganan kasus.
Mereka juga mengatakan bahwa Satgas PPKS UI telah mengalami beberapa peristiwa yang mengancam fisik dan psikis, baik secara langsung maupun pada ranah digital.
"Tidak adanya dukungan juga menyebabkan penurunan kualitas kesehatan fisik dan psikis para anggota. Sedangkan hak dasar anggota satgas atas pemulihan psikologis secara berkala sebagaimana tercantum dalam peraturan harus diupayakan secara mandiri dan dengan bantuan pihak lain," kata Satgas.
Dengan berbagai keterbatasan yang ada, Satgas PPKS UI telah berusaha dan berupaya secara sungguh-sungguh melakukan yang terbaik sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian kami.
"Kami tidak pernah menyesal menjadi anggota PPKS UI yang merupakan hasil dari perjuangan warga UI. Meski demikian, pada akhirnya penanggung jawab utama pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam kampus adalah pimpinan UI, dan Satgas PPKS UI tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik tanpa langkah nyata dari rektor dan jajaran pimpinan UI," tulis Satgas.
Saat dikonfirmasi, Ketua Satgas PPKS UI Manneke Budiman menegaskan bahwa pernyataan tersebut merupakan pernyataan satgas dan bukan dia pribadi. "Kami satu suara. Posting itu isinya disepakati semua," kata Manneke.
Disinggung apakah keputusan tersebut sudah disetujui oleh Rektor UI Ari Kuncoro, Manneke mengatakan itu adalah urusan Rektor UI bukan pihaknya.
"Soal disetujui atau tidak, itu urusan Rektor. Kami sudah menyatakan undur diri," singkat Manneke.
Kepala Humas dan KIP UI Amelita Lusia menyampaikan saat ini program pencegahan kekerasan seksual tetap berjalan normal sebagai mana mestinya dengan dukungan berbagai unit kerja yang selama ini sudah berjalan dengan PPKS.
"Kebutuhan terhadap pelayanan khusus yang berkaitan dengan korban kekerasan seksual juga dapat disampaikan melalui Klinik Makara dan Direktorat Kemahasiswaan," ucap Amelita.
RICKY JULIANSYAH
Pilihan Editor: Cerita Mahasiswa Ferienjob Soal Paspor yang Ditahan Imigrasi Bandara dan Polres Imbas Surat dari Dikti