TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan Rahmady akan menjalani pemeriksaan untuk mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN-nya yang janggal.
"Iya betul, sesuai agenda akan diperiksa klarifikasi soal LHKPN pada Senin, 20 Mei pukul 9.00 WIB," kata Ali Fikri kepada Tempo, Jumat, 17 Mei 2024.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menerangkan kejanggalan LHKPN Rahmady adalah tentang adanya pinjaman yang jumlahnya melampaui harta kekayaan yang dilaporkan. Harta Rahmady di LHKPN hanya Rp6 miliar, tapi bisa memberikan pinjaman hingga Rp7 miliar.
"Makanya hartanya Rp6 miliar tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar, kan, enggak masuk di akal ya," ujarnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan seperti dilansir dari Antara, Kamis, 16 Mei 2024.
Pahala mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan peraturan yang mengatur investasi pegawai Kementerian Keuangan di perusahaan. Dalam aturan tersebut diatur mana jenis perusahaan yang diperkenankan dan mana yang tidak diperkenankan.
"Kami akan klarifikasi, karena istrinya ini yang komisaris utama. Jadi nama PT, kan, enggak disebut. Nanti kami lihat di situ," ujarnya.
Kementerian Keuangan pun telah membebastugaskan Rahmady sejak 9 Mei 2024. Keputusan tersebut guna mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rahmady dilaporkan ke KPK oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas. Ia menilai ada kejanggalan pada LHKPN milik Rahmady.
Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istri Rahmady, yakni Margaret Christina dan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.
Berdasarkan hasil penelusurannya, Rahmady melaporkan harta sebesar Rp3,2 miliar pada 2017. Pun pada 2022, harta yang dilaporkan hanya sebesar Rp 6,3 miliar. Sementara jumlah pinjaman yang diberikan kepada kliennya mencapai Rp 7 miliar.
PIlihan Editor: Polisi Proses Laporan Penistaan Agama Injak Alquran yang Diduga Dilakukan Pejabat Kemenhub