TEMPO.CO, Jakarta - Mantan narapidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016, Saka Tatal, mengaku menjadi korban salah tangkap. Terdakwa dengan vonis 8 tahun penjara dan kini sudah bebas itu bersuara setelah kasus pembunuhan Vina Cirebon tersebut kembali mencuat. Saat peristiwa terjadi, kata dia, dirinya tengah berada di rumah.
"Saya sedang ada di rumah bersama kakak dan paman saya,"ungkapnya saat kepada wartawan di Cirebon, Sabtu petang, 18 Mei 2024.
Sesaat sebelum ditangkap, Saka mengaku disuruh oleh pamannya untuk mengisi bahan bakar motor di stasiun pengisian. Namun, saat dirinya kembali sudah ada polisi yang menunggu. Tanpa ada penjelasan, dua kemudian ditangkap dan dibawa ke Polres Cirebon Kota. Tak hanya salah tangkap, ia juga mendapat kekerasan fisik agar mengakui perbuatannya.
"Saya dipukulin, ditendang, disiksa segala macam. Bahkan saya juga sampai disetrum sama bapak Polisi semua. Karena enggak kuat disiksa, akhirnya saya terpaksa mengakui bahwa saya ikut dalam kasus pembunuhan itu. Terus disuruh mengakui yang tidak saya lakukan (pembunuhan)," katanya.
Padahal, menurut pengakuan Saka, dirinya tidak mengenal korban dan tersangka lain yang membunuh Eky dan Vina. Bahkan, Saka mengaku belum pernah bertemu sama sekali dengan tiga DPO yang dirilis oleh Polda Jabar belum lama ini. Saka juga menegaskan bahwa dirinya bukan anggota geng motor. Meski sudah bebas, ia mengaku menjadi korban salah tangkap dalam peristiwa pembunuhan Eky dan Vina.
"Saya bukan anggota geng motor, saya enggak punya motor sama sekali,"ucapnya.
Sementara itu, Polda Jawa Barat atau Jabar menegaskan tidak ada salah tangkap dalam penyidikan kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang terjadi pada 2016. Polisi mengatakan keterangan saksi dan pelaku sudah teruji di pengadilan. Hal ini disampaikan oleh Dirkrimum Polda Jabar Kombes Surawan dalam konferensi pers di Polda Jabar, Ahad, 26 Mei 2024.
"Terkait salah tangkap, semua sudah diuji di pengadilan. Jadi apa pun keterangan yang pernah disampaikan para pelaku ini sudah diuji oleh pengadilan, bahkan sampai ke tingkat kasasi dan itu sudah vonis, jadi tidak perlu dipersoalkan lagi ya. Tidak ada salah tangkap," kata Kombes Surawan.
Sejauh ini belum ada pembuktian apakah pengakuan Saka tersebut benar adanya. Kendati demikian, kasus salah tangkap merupakan fenomena lumrah alias acao terjadi. Menurut data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sepanjang 2019-2022, terdapat 27 rekayasa kasus yang dilakukan oleh kepolisian.
Selanjutnya: Sederet kasus salah tangkap pihak kepolisian