Menukil dari Majalah Tempo edisi 13-19 Januari 2020, Perkara ini bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas meninggal pada 26 Maret 2019. Kala itu, setelah pencoblosan pada April, Nazarudin yang meninggal tiga pekan sebelum gelaran, tetap mendapatkan suara terbanyak. KPU memutuskan perolehan suara Nazarudin dialihkan ke Riezky, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di partai.
Pada awal Juli, PDIP memberikan kuasa kepada Donny Tri Istiqomah untuk mendaftarkan uji materi Pasal 54 PKPU No 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian pada 19 Juli, MA mengabulkan sebagian gugatan PDIP. Pada 5 Agustus, PDIP berdasarkan putusan MA mengirimkan surat kepada KPU meminta agar suara Nazarudin dialihkan ke Harun. Surat itu diteken Bambang Dwi Hartono dan Hasto Kristiyanto.
Namun, pada 31 Agustus rapat pleno KPU menolak permintaan PDIP dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai peraih suara terbanyak kedua sebagai anggota DPR RI Sumsel I. PDIP meminta fatwa kepada MA pada 13 September agar KPU melaksanakan putusan MA soal penetapan suara calon legislator. Sepuluh hari berselang, 23 September, PDIP mengirimkan surat berisi penetapan caleg kepada KPU.
Kemudian antara 23 sampai 30 September, Kader PDIP Saeful Bahri melobi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fidelina untuk mengabulkan permohonan PDIP agar KPU menetapkan Harun, bukan Riezky Aprilia. Agustiani lalu menyerahkan surat berisi penetapan calon legislator dan fatwa MA dari Saeful kepada Wahyu Setiawan untuk membantu penetapan Harun sebagai calon anggota DPR terpilih. Wahyu menyanggupi dan meminta dana operasional Rp 900 juta.
Saeful diduga melapor kepada Hasto Kristiyanto pada 16 Desember soal rencana pemberian uang Rp 400 juta kepada Wahyu Setiawan. Keesokan harinya, 17 Desember, Saeful menyerahkan Rp 200 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Agustina untuk diserahkan kepada Wahyu. Wahyu kemudian menerima Rp 150 juta dalam bentuk dolar Singapura yang diantarkan Agustiani di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta Selatan.
PDIP ngotot agar Harun yang naik di kursi DPR RI meskipun Riezky sudah dilantik sejak 1 Oktober. Setelah upaya lewat oper perolehan suara Nazarudin kepada Harun tidak berhasil, PDIP lalu memohon kepada KPU pada 18 Desember untuk melaksanakan pergantian antar waktu Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Surat ini ditandatangani Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto.
Pada 23 Desember, Harun Masiku menyerahkan duit Rp 850 juta kepada Riri, anggota staf di kantor PDIP, di sebuah rumah di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A, Jakarta, yang merupakan kantor Hasto Kristiyanto, lalu diteruskan kepada Saeful. Pada 26 Desember, Saeful menyerahkan kepada Agustina sebesar Rp 450 juta. Saat akan diserahkan kepada Wahyu pada 27 Desember, Wahyu meminta Agustiani supaya menyimpan dulu uang tersebut.
Pada 6 Januari 2020, rapat pleno KPU kembali menolak permintaan PDIP yang ingin mengganti Riezky dengan Harun. Upaya lobi pakai duit rupanya belum memperlihatkan hasil. Wahyu menghubungi Donny dan berjanji mengusahakan kembali proses pergantian antar waktu untuk Harun. Janji itu tak terpenuhi karena pada 8 Januari, KPK berhasil meringkus Wahyu dan Agustina dalam OTT KPK.
Tim KPK menangkap Wahyu bersama Rahmat Tonidaya di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Tim lain menangkap Agustiani di rumahnya di Depok, Jawa Barat, bersama uang dolar Singapura senilai Rp 400 juta dan buku rekening. Selain Wahyu, tujuh orang lain juga digulung. Dua di antaranya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, kader PDIP yang dekat dengan Hasto.
KPK juga berupaya menangkap Harun dan Hasto pada 8 Januari malam. Keduanya diduga bertemu di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan menurut laporan Majalah Tempo edisi Sabtu, 11 Januari 2020. Harun dijemput Nurhasan, seorang petugas keamanan di kantor Hasto di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12A, Menteng, untuk bertemu Hasto di PTIK. Keduanya disebut tiba pukul 20.00. Sedangkan Hasto tiba lebih dulu.
Tapi tim KPK pulang dengan tangan hampa setelah sempat ditahan sejumlah polisi di lingkungan PTIK hingga menjelang subuh. Keesokan harinya, 9 Januari, Hasto muncul di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat setelah namanya tak disebut KPK dalam pengumuman hasil operasi tangkap tangan. Ia mengaku sakit diare pada Rabu malam, 8 Januari 2020, Hasto membantah bersembunyi.
“Saya sembuh berkat obat puyer Cap Kupu-kupu,” ujarnya.
Selanjutnya: Harun Masiku disebut tengah di luar negeri saat OTT KPK