Sejumlah fakta terungkap seiring berjalannya agenda sidang dengan terdakwa Wahyu Setiawan. Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan Saeful Bahri sebagai terdakwa penyuap Wahyu pada Kamis, 30 April 2020, nama Hasto turut disebut-sebut. Saeful mengatakan suap diberikan kepada Wahyu untuk disalurkan kepada anggota KPU lain. Namun, belum sempat fulus itu didistribusikan, Wahyu sudah keburu dicokok KPK.
“Terakhir saya bertanya kepada Pak Wahyu lewat Bu Tio (Agustiani Tio Fridelina), jawabannya belum sempat didistribusikan kepada semua komisioner,” kata terdakwa Saeful Bahri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu.
Berdasarkan informasi yang ia peroleh, Saeful mengatakan duit itu belum sempat dibagikan karena saat itu sedang banyak hari libur. Sesuai surat dakwaan Jaksa KPK, Wahyu Setiawan meminta duit Rp 1 miliar untuk mengurus penetapan Harun di KPU. Komunikasi dan penyerahan uang kepada wahyu dilakukan lewat perantara Agustiani Tio Fridelina yang juga kader PDIP.
Saeful mengaku sempat berkomunikasi lewat WhatsApp dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Komunikasi antara Hasto dan Saeful terjadi pada 16 Desember 2019. Komunikasi itu di antaranya mengenai laporan transaksi uang untuk Wahyu Setiawan. Dalam pesan instan itu, Hasto memberi tahu Saeful bahwa ada uang Rp 600 juta. Sebanyak Rp 200 juta akan digunakan untuk uang muka “penghijauan”.
Saeful mengatakan mulanya dirinya meminta penugasan kepada Hasto. Kemudian, Sekjen PDIP tersebut menyuruh pihaknya untuk mengurus program penghijauan PDIP. “Kebetulan saat itu partai punya program penghijauan, kemudian Pak Hasto menugaskan saya di situ,” kata dia. Saeful mengatakan tak tahu sumber duit Rp 600 juta itu.
Nama Hasto Kristiyanto juga kembali disebut dalam sidang pembacaan dakwaan dengan terdakwa Saeful di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis, 2 April 2020. Jaksa mengungkap peran Sekjen PDIP itu dalam pusaran kasus suap Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan kuasa hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan terkait pengganti antar waktu Harun Masiku ke KPU RI.
“Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan PDIP kemudian mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, meminta suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku. Bahkan, kata jaksa, Harun Masiku langsung menemui Ketua KPU saat itu Arief Budiman agar permohonan PDIP itu bisa diakomodir. Namun permohonan PDIP tersebut ditolak KPU. Penolakan tersebut dicantumkan dalam surat Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019. Intinya permohonan PDIP tak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Akibat surat permohonan PDIP yang tidak diakomodir oleh KPU, kemudian muncullah perkara suap-menyuap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu. Harun Masiku meminta kepada Saeful agar mengupayakan dirinya bisa menggantikan Riezky Aprilia. Saeful kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina agar Wahyu bisa mengupayakan permintaan Harun Masiku.
Dalam persidangan pada Mei 2021, nama Hasto Kristiyanto lagi-lagi disebut. Pengacara kader PDIP Donny Tri Istiqomah menyebut Hasto mengetahui upaya pergantian ini. Terdakwa pemberi suap, Saeful Bahri, juga diketahui sebelumnya merupakan staf Hasto. Bahkan, Wahyu Setiawan yang lalu menjadi terdakwa dalam kasus ini juga berjanji membuka keterlibatan Hasto.
“Pembongkaran termasuk misalkan dugaan ke Hasto (Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto) dan juga PDIP, Megawati, Beliau itu akan membuka proses itu semua, apakah ada keterlibatan,” ujar Saiful Anam, pengacara Wahyu, saat itu.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | AMELIA RAHIMA SARI | ANDI ADAM FATURAHMAN I EKA YUDHA SAPUTRA | MUTIA YUANTISYA | CAESAR AKBAR | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Kasus Harun Masiku 'Hidup Lagi' Setelah Buron 4 Tahun, KPK Panggil Mahasiswa dan Pengacara