TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah membuat laporan atas putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam perkara Gazalba Saleh ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh. Hakim Ketua Subachran Hardi Mulyono menuturkan, majelis hakim menerima putusan banding yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi atas perkara korupsi Hakim Agung Gazalba Saleh.
Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan saat ini masih menunggu hasil dari tindak lanjut laporan tersebut. “Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu. Kita masih akan menunggu,” kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Juni 2024.
Nawawi mengatakan bahwa KPK sudah “mencium” adanya kejanggalan atau 'bau anyir' dalam putusan sela Gazalba Saleh. "Kalau soal bau-bau anyir semua orang bisa menciumnya Pak. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerjanya memang mencium,” ujarnya.
Gazalba Saleh. antaranews.com
Dia mengatakan kejanggalan atau bau anyir yang dimaksudnya, yaitu pada saat persidangan majelis hakim Pengadilan Tipikor terkesan mengarahkan Jaksa KPK untuk mengikuti putusan sela tanpa menjelaskan langkah hukum lanjutan yang bisa ditempuh Namun demikian, Nawawi dan lembaganya menyerahkan penilaian akhir atas persoalan ini kepada KY dan Badan Pengawas (Bawas) MA.
Nawawi juga mengatakan kekacauan bisa terjadi karena pada saat yang bersamaan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat dan PN Tipikor lainnya sedang menyidangkan perkara-perkara limpahan KPK. "Kesemuanya tidak dilampiri pendelegasiaan dari lembaga lainnya," kata dia.
Nawawi menyatakan penuntutan merupakan tugas yang melekat pada KPK sebagaimana penyelidikan dan penyidikan. Hal ini diatur dalam pasal huruf (e) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Nawawi, hal ini sejalan dengan pengakuan bahwa KPK adalah lembaga negara yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaaan manapun. Tidak hanya itu, KPK adalah koordinator dalam upaya penanganan perkara-perkara tindak pidana korupsi.
Dia menjelaskan dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (b), KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor DKI Jakarta menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang melakukan penuntutan. Alasannya karena Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi yang berwenang melakukan penuntutan, dalam hal ini jaksa yang bertugas sebagai pelaksana kekuasaan dari Jaksa Agung, karena sesuai dengan asas single prosecution system dan dominus litis.
Sedangkan jaksa yang bertugas di bawah Direktorat Penuntutan KPK dianggap tidak mendapatkan surat pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung. Putusan sela pada pengadilan tingkat pertama tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Padahal, KPK dalam undang-undang itu diberikan kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk menangani tindak pidana korupsi. Akibat dari putusan sela ini, Gazalba Saleh langsung dibebaskan dari tahanan dan surat dakwaan Jaksa KPK dinyatakan tidak dapat diterima.
Gazalba Saleh diduga menerima suap Rp 650 juta dari Pemilik UD. Logam Jaya, Jawahirul Fuad, untuk menangani perkara di tingkat kasasi pada 2022 soal perkara pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Selain itu juga Gazalba didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.
ANANDA RIDHO SULISTYA | M. FAIZ ZAKI | MUTIA YUANTISYA
Pilihan Editor: Kontroversi Pembebasan Gazalba Saleh dalam Kasus Dugaan Korupsi oleh Sejumlah Pihak