TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk memberikan perlindungan terhadap lima orang keluarga korban dalam kasus kematian Afif Maulana. Afif merupakan bocah berusia 13 tahun yang diduga tewas karena penyiksaan oleh polisi.
LPSK memberikan status terlindung itu pada Rabu, 17 Juli 2024 2024. Atas permohonan perlindungan yang diajukan oleh para saksi dan korban, Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Rabu memutuskan menerima permohonan perlindungan yang diajukan 5 pemohon dengan pertimbangan telah memenuhi persyaratan perlindungan. Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 28 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 juncto Pasal 31 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Program perlindungan yang diberikan berupa Pemenuhan Hak Prosedural dalam bentuk pendampingan pada setiap proses peradilan pidana dan pemenuhan hak atas informasi," tulis Ketua LPSK Achmadi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 18 Juli 2024.
Adapun lima orang keluarga korban tersebut adalah ayah, ibu, paman, kakek dan nenek dari almarhum. Permohonan perlindungan diajukan oleh keluarga korban diwakili oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pada 26 Juni 2024.
Sebelumnya LPSK telah melakukan investigasi dan penelaahan terhadap permohonan perlindungan yang diajukan oleh LBH Padang. LPSK juga melakukan penjangkauan lebih luas terhadap saksi dan korban lainnya yang terkait. Dalam penjangkauan tersebut LPSK melakukan wawancara dan pendalaman terhadap 28 orang saksi dan korban yang diantaranya keluarga korban. Selain lima permohonan yang sudah diputus, saat ini LPSK juga masih menelaah 15 permohonan perlindungan dari 28 saksi dan korban lainnya.
Jenazah Afif Maulana ditemukan seorang warga di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Kepada pihak keluarga, polisi menyatakan Afif tewas karena melompat setelah menghindar dari kejaran anggota polisi yang berupaya mencegah terjadinya tawuran pada Ahad dini hari.
Keluarga tak percaya dengan cerita itu setelah melihat kondisi jenazah Afif. Mereka lantas melaporkan masalah ini ke LBH Padang. Hasil investigasi LBH Padang menyatakan Afif tewas karena penyiksaan, bukan melompat. Pasalnya, di tubuh Afif terlihat bekas jejakan sepatu orang dewasa. LBH Padang juga menyatakan tak terdapat bekas luka seperti orang terjatuh di tubuh Afif Maulana.
LBH Padang juga menyatakan mendapatkan kesaksian jika Afif Maulana sempat tertangkap oleh sejumlah anggota polisi. Selain itu, terdapat pula 18 korban lainnya yang mengaku ditangkap polisi dan mendapatkan penyiksaan.
Meskipun demikian, Polda Sumatera Barat tetap membantah jika Afif Maulana tewas karena dianiaya. Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, berkeras Afif tewas karena melompat dari atas jembatan. Suharyono pun membantah adanya penyiksaan terhadap 18 orang yang ditangkap anggotanya. Dia menyatakan hal itu hanya kesalahan prosedur.
Pilihan Editor: LPSK Masih Lakukan Asesmen Psikologis terhadap 18 Saksi Kasus Afif Maulana