TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Nurdin Halid menyatakan dukungannya kepada Bahlil Lahadalia sebagai calon Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar selanjutnya. Nurdin Halid menilai jika Bahlil mencalonkan diri pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar pada 20 Agustus mendatang, kemungkinan besar akan mendapatkan dukungan dari kader-kader Golkar di seluruh Indonesia.
"Saya pribadi juga mendukung Pak Bahlil karena dia adalah kader Golkar yang potensial, track record-nya juga sangat memadai untuk memimpin Golkar ke depan," kata Nurdin saat ditemui usai kegiatan Kementerian Pertahanan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Pelti di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, Nurdin memastikan bahwa Bahlil memenuhi syarat untuk maju sebagai calon Ketua Umum Golkar karena pernah mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), yang menunjukkan bahwa Bahlil adalah kader Golkar.
"Dia pernah menjadi pengurus Golkar, dan persyaratannya minimal 5 tahun dan satu periode itu sudah cukup, dan Pak Bahlil memenuhi syarat itu. Jadi, tidak perlu mengubah anggaran dasar," kata dia.
Namun di balik dukungannya itu, nama Nurdin Halid kini juga disorot lantaran muncul dalam perkara hukum Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Hal ini terungkap dalam sidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Gazalba di Mahkamah Agung (MA).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap isi percakapan pesan WhatsApp antara Bahdar Saleh, kakak kandung Gazalba, dengan Nurdin Halid. Percakapan ini dibuka untuk mendalami keterlibatan Gazalba dan Bahdar dalam pengurusan perkara Nurdin.
"Ini saya tunjukkan, saudara pernah ada komunikasi dengan Pak Gazalba, ini di foto antara percakapan saudara dan Pak Nurdin Halid. Ini ada percakapan saudara ini,” kata penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Senin, 12 Agustus 2024.
Namun, Bahdar menyangkalnya. Ia mengaku tidak ingat tentang percakapan tersebut dan menyatakan hanya mengenal Nurdin Halid secara pribadi. "Beliau pernah menanyakan, saya enggak tahu permasalahannya apa, sudah saya forward,” kata Bahdar.
Meski Bahdar menyangkal, jaksa tetap menunjukkan bukti komunikasi yang menunjukkan bahwa Bahdar meneruskan pesan dari Nurdin Halid kepada Gazalba. Pesan tersebut berisi informasi tentang perkara penganiayaan yang ditangani oleh tiga hakim agung. “Saudara menunjukkan ada info perkara, penganiayaan, ini hakimnya Desnayeti, Gazalba Saleh, Sofyan Sitompul," ucap jaksa.
Sayangnya, Bahdar hanya menjawab, "saya cuma meneruskan saja, Pak". Meneruskan yang dimasud, yakni meneruskan pesan dari Nurdin Halid ke Gazalba Saleh.
Setelahnya, dalam pesan singkat Gazalba pun menyayangkan info tersebut baru diberitahukan kepada dirinya dan meminta Bahdar bertanya kepada Nurdin mengapa perkara tersebut baru diinformasikan. Gazalba, dalam pesan singkat yang sama, turut menanyakan kepada Bahdar kapan NH akan mengambil salinan.
Menanggapi pesan singkat dirinya kepada Nurdin dan Gazalba yang ditunjukkan JPU di persidangan, Bahdar mengaku tidak ingat dan tidak tahu. "NH itu Nurdin Halid. Tapi saya tidak tahu salinan apa yang diambil," ucap dia, dikutip dari Antara.
Sebagai informasi, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA. Dugaan penerimaan gratifikasi ini mencakup Rp650 juta, serta TPPU yang terdiri dari 18.000 dolar Singapura, 1,13 juta dolar Singapura, 181.100 dolar AS, dan Rp9,43 miliar yang diterima Gazalba antara tahun 2020 hingga 2022.
Gratifikasi yang diterima Gazalba diduga terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya, Jawahirul Fuad, yang mengalami masalah hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017. Uang tersebut diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh sebagai penghubung antara Jawahirul Fuad dan Gazalba.
Dalam kasus ini, Gazalba terancam hukuman pidana berdasarkan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, Gazalba juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Mutia Yuantisya, Savero Aristia Wienanto, dan Antara berkontibusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Perkara Korupsi Timah, Helena Lim dan Petinggi PT RBT Segera Disidang