TEMPO.CO, Jakarta - Yunus Husein, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menyatakan bahwa pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) dapat menggunakan modus mingling untuk menyamarkan uang hasil korupsi.
Pernyataan ini disampaikan Yunus saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus korupsi terkait tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Kamis 31 Oktober 2024 . Pada sidang tersebut, Yunus menerima pertanyaan dari hakim mengenai ilustrasi pencampuran uang warisan sebesar Rp 300 juta dengan hasil korupsi senilai Rp 700 juta.
Hakim bertanya kepada Yunus Husein, apakah uang warisan yang bercampur dengan hasil korupsi dapat dilakukan perampasan atau penyitaan dari pelaku.
“Ya jawabannya bisa ya. Kenapa bisa? Ini termasuk modus TPPU yang namanya mingling atau quo mingling mengampuni halal dan haram pada waktu membeli sesuatu, membangun sesuatu atau pada waktu buat perusahaan. Mencampur,” kata Yunus, di Pengadilan Tipikor.
Apa itu mingling?
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, mingling adalah salah satu metode dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan dengan cara mencampurkan uang hasil kejahatan dengan dana yang bersumber dari kegiatan legal. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamarkan asal-usul dana haram sehingga terlihat seolah-olah berasal dari pendapatan yang sah dan terhindar dari kecurigaan serta pelacakan oleh pihak berwenang.
Dalam praktiknya, proses mingling biasanya dilakukan dengan mengintegrasikan dana hasil kejahatan ke dalam bisnis atau rekening pribadi yang juga menerima aliran dana dari sumber yang legal. Dengan begitu, pihak yang berwenang kesulitan membedakan antara dana yang berasal dari kejahatan dan dana hasil usaha yang sah, mengaburkan jejak uang korupsi atau dana dari tindak pidana lain.
Misalnya, seorang bernama AH menggunakan rekeningnya untuk menampung dana dari dua sumber: hasil penjualan faktur pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS) dan sebagian kecil dari usaha distribusi kain.
Dengan mencampur kedua sumber dana ini, AH dapat menyamarkan pendapatan ilegalnya. Contoh lain adalah HAS, seorang pemilik pabrik rak telur yang dikenal memiliki tingkat penjualan tinggi. Masyarakat tidak mencurigai aset dan investasinya yang melimpah karena terlihat sebagai hasil usaha legalnya. Padahal, HAS juga terlibat dalam bisnis penjualan narkoba jenis sabu yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Selain mingling, modus pencucian uang lainnya yang sering digunakan adalah *shell company* atau perusahaan boneka. Teknik ini melibatkan pendirian perusahaan yang secara hukum resmi tetapi tidak memiliki kegiatan usaha nyata. Perusahaan-perusahaan boneka ini hanya digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset dengan tujuan untuk mengaburkan identitas orang yang sebenarnya mengendalikan dana tersebut.
Penggunaan shell company semakin marak di berbagai kasus yang terungkap di publik. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemudahan mendirikan perusahaan yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian, namun dalam kenyataannya banyak dari perusahaan tersebut hanya menjadi sarana pencucian uang. Perusahaan fiktif ini sering kali memiliki skala usaha kecil atau baru berdiri, namun menunjukkan transaksi bernilai besar, yang menjadi indikasi potensi tindak pidana pencucian uang.
MICHELLE GABRIELA | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Saksi Ahli TPPU Sebut Jaksa Berwenang Sita Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi