TEMPO Interaktif, Jakarta - Ade Fauzan Mahfuza siswa kelas satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 82, Jakarta Selatan yang mengalami penganiayaan oleh puluhan siswa kelas tiga mengaku bahwa tindak kekerasan seperti itu sudah lama terjadi di sekolahnya. "Kelas dua juga pernah dianiaya seperti ini," ujarnya pada wartawan di ruang perawatan lantai 3 B no 341 Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jumat (6/11).
Ade dianiaya oleh sekitar 30 kakak kelasnya karena ia berjalan di "Jalur Gaza" sebutan jalan di depan kelas anak kelas tiga yang terlarang dilewati oleh anak kelas satu dan dua. Akibat penganiayaan itu Ade harus dirawat di rumah sakit, mulutnya terluka dan mesti mendapat 6 jahitan, bagian belakang kepalanya juga lebam akibat pukulan.
Peristiwa itu bermula pada Selasa 3 November 2009 pagi, saat siswa yang tinggal di Komplek Permata Sarana Indah, Ciputat, Jakarta Selatan melintas "Jalur Gaza" karena akan mengambil buku yang tertinggal usai mengikuti ujian semester. Setelah itu dia didatangi tujuh siswa kelas III pada saat istirahat, saat itu Ade sempat dipukul. "Saya dibentak. Mereka bilang kamu tadi lewat 'Jalur Gaza' kan," ujarnya.
Pada sore hari, usai jam pelajaran sekolah, seorang siswa kelas tiga kembali memintanya datang ke sebuah warung di dekat taman di luar sekolah. Di lokasi itu, Ade kembali dianiaya oleh sekitar 30 sisiwa kelas III. Selain dipukuli, Telinganya dilumuri gel dan kepala ditaburi abu rokok. Ade juga dipukul dengan kayu. Tidak kuat menahan penganiayaan akhirnya Ade pingsan. Teman-teman sekelasnya Ade selanjutnya melarikan Ade ke RSPP.
Ade mengaku tidak berani melawan tindakan penganiayaan yang dilakukan kakak kelasnya. "Takut, jika melawan maka akan lebih parah," ujarnya.
Wakil Kepala Sekolah SMAN 82 Endang Supardi mengakui adanya peristiwa itu di dalam lingkungan sekolah. ”Kita merasa kecolongan," ujarnya. Endang mengaku bahwa peristiwa kekerasan itu baru pertama kali terjadi di sekolahnya "Ini merupakan pertama kali,” ujarnya. Menurut Endang saat ini pihak sekolah sedang memeriksa tiga orang siswa yang diduga menjadi pelaku utama, masing-masing bernama Ilham, Rama dan Yopi.
Selain itu Endang juga mengakui ada "Jalur Gaza" yang merupakan ciptaan atau julukan siswa kelas tiga. Pihak sekolah sendiri tidak pernah memisahkan atau mengolongkan jalur yang harus dilewati. Karena semua siswa adalah pemilik sekolah dan boleh melewati jalur itu. "Kejadian ini mungkin dikarenakan ada miss communication saja. Memang ada senioritas dan kelas satu memang harus menghormati," ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, tindak kekerasan anak di lingkungan sekolah marak terjadi. Hal itu karena sistem pendikan saat ini yang tidak berpihak pada anak. Siswa lebih banyak dituntut untuk berprestasi bukan untuk kepentingan siswa, tapi justru untuk mengejar prestise sekolah. Seto meminta agar pihak sekolah, terutama kepala sekolah bertanggung jawab karena melakukan pembiaran kekerasan dalam sekolah terjadi.
AGUNG SEDAYU