TEMPO Interaktif, Jakarta -Data Kelurahan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat menunjukkan penyusutan jumlah perusahaan binatu. "Dari 48 perusahaan binatu, kini tinggal 30 an saja," kata Wakil Lurah Sukabumi Selatan Ubay Hasan saat ditemui Tempo di kantornya, Rabu (5/5).
Ubay mensinyalir, kepergian para pengusaha binatu tanpa pamit ini ada kaitannya dengan tuntutan pemerintah. Setidaknya ada tiga tuntutan yang diajukan, "Pertama, tidak menggunakan air tanah, tapi PAM. Kedua harus menggunakan instalasi penanggulangan air limbah. Dan ketiga menggunakan saluran penyaring udara untuk hasil pembakaran bahan bakar batubara dan kayu," katanya.
Soal air tanah, katanya, pemerintah memang ketat, karena terkait persediaan air tanah di musim kemarau. "Tiap perusahaan akan dibikinkan saluran PAM, jadi mereka tinggal bayar retribusi," katanya. Tapi perusahaan umumnya keberatan. Karena debit air PAM tak cukup melayani kebutuhan produksi mereka.
Kedua, soal instalasi penanggulangan air limbah yang dinilai terlalu mahal. "Satu IPAL jika itu maksimal, menghabiskan biaya sekitar Rp 200 juta, itu baru rekaan," katanya. Makanya, tak heran, lanjut Ubay, banyak pengusaha yang memilih kabur daripada harus mengeluarkan biaya ratusan juta untuk IPAL.
FEBRIANA FIRDAUS