Menurut Ganjar, konsep perluasan Jakarta penuh dengan segudang persoalan bahkan dalam sejarahan perluasan Jakarta justru menambah persoalan baru. "Karena memang sejak awal, saat Belanda membangun Batavia, Jakarta tidak didesain untuk menampung penduduk dalam jumlah besar," katanya. Namun dalam perkembangannya jumlah penduduk Jakarta melesat pesat, sehingga sempat muncul adanya perluasan Jakarta dengan sejumlah konsep. Mulai dari konsep Jakarta Megapolitan pada jaman Gubernur Sutiyoso serta konsep tata ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).
Konsep Megapolitan perluasan mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi sehingga muncul istilah Jabodetabek. Konsep tersebut diharapkan bisa memecah beban Jakarta. Namun dalam prakteknya perluasan hingga Jabodetabek itu justru membuat daerah penompang seperti Depok dan Bogor rusak. "Karena pemerintah tidak sanggup menahan pertumbuhan Jakarta, saat diperluas justru daerah perluasan terkena imbas negatifnya, buktinya sekarang Bekasi, Depok dan Bogor sudah rusak karena imbas tersebut," paparnya.
Sehingga jika nanti akan dilakukan perluasan yang tidak hanya meliputi Jabodetabek namun juga wilayah Jawa Barat yang membentang dari Sukabumi sampai Cirebon, dikhawatirkan imbas negatif pertumbuhan beban Jakarta yang tidak terkendali tersebut akan merembet ke sana. "Kerusakan tidak hanya di Jabodetabek tapi akan berimbas luas ke wilayah Jawa Barat, Sukabumi hingga Cirebon," katanya.
Menurut Ganjar, solusi paling masuk akal untuk menyelesaikan persolan beban Jakarta adalah dengan memindahkan pusat pemerintahan ke luar Jakarta. "Biarkan Jakarta menjadi pusat perekonomian, pusat pemerintahan dipindah ke luar Jawa, agar tidak terjadi tumpang tindih beban di Jakarta seperti sekarang," katanya.
Jika pusat pemerintahan dipindah, masih menurut Ganjar, salah satu daerah yang paling ideal adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah. "Palangkaraya punya sejumlah kelebihan, pertama daerah tersebut rata dan luas, kedua tidak ada gunung merapi, ketiga ia berada di tengah-tengah wilayah Indonesia," lanjutnya.
Ganjar menyayangkan lontara gagasan presiden yang dinilai tanpa dasar kajian matang tersebut. "Semestinya sebelum dilontarkan ke masyarakat, Presiden sudah memiliki kajian matang, tidak sekedar melontarkan wacana," katanya. Karena itu dia meminta agar Presiden menjelaskan dan membicarakan kembali gagasan tersebut dengan DPR. "Mari duduk dan bicarakan bersama di DPR."
AGUNG SEDAYU