TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menolak disalahkan atas kasus produk daging sapi olahan yang ternyata dioplos dengan daging babi. Produk itu belakangan ditemukan di berbagai wilayah di Jakarta--satu diantaranya dalam bentuk kemasan berlabel halal dari MUI.
Ketua MUI, Amidhan, menyatakan bahwa pengawasan dan izin mengedarkan ada pada pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “MUI tidak bisa melakukan pengawasan lantaran terbatas sumber daya manusia dan anggaran,” katanya ketika dihubungi, Sabtu, 15 Desember 2012.
Selama ini, sertifikasi halal dalam produk makanan masih bersifat sukarela. Meski begitu, Amidhan menambahkan, pemerintah dan masyarakat wajib tetap melakukan pengawasan di lapangan. Adapun wewenang MUI, "Mengeluarkan fatwa apakah suatu produk itu halal atau haram.”
Produk bakso dalam kemasan dan memiliki label halal itu adalah Planetaria 56, yang diproduksi PD Usaha Food, Tangerang. Produk itu terjaring dalam pengambilan sampel oleh petugas Suku Dinas Peternakan Jakarta Barat. Dalam pengujian yang dilakukan, sampel menunjukkan adanya campuran daging babi.
Temuan itu mengikuti penggerebekan yang dilakukan petugas di Pasar Cipete, Jakarta Selatan, dan temuan di beberapa tempat lainnya. Belakangan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian juga mengambil sampel dari berbagai pasar hingga ke Bogor untuk tujuan yang sama.
Selain jerat Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan hukuman maksimal penjara lima tahun untuk pasal pengelabuan, produsen daging yang curang itu juga bisa jadi sasaran gugatan perdata konsumen. Izin usaha dan sertifikasi halal yang mereka dapatkan juga harus ditelusuri kebenarannya.
"Kalau memang ada izin dan sertifikasi halal yang resmi, pemerintah DKI dan MUI pun harus ikut bertanggung jawab," tutur Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo.
ADITYA BUDIMAN