TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Putu Indiana mengklaim faktor tata ruang tidak signifikan dalam mempengaruhi banjir Jakarta. "Pengaruhnya tidak seberapa," ujar dia. Dia beralasan, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi terjadinya banjir. Di Jakarta Selatan, misalnya, banjir bisa terjadi karena kawasan itu termasuk daerah cekungan. "Daerahnya memang legokan. Pasti setiap hujan air lari ke situ."
Namun, Putu mengakui, pelanggaran tata ruang di DKI memang banyak terjadi. Ia mengaku tak memiliki data sebarannya karena bangunan itu ilegal dan tidak terdaftar. "Pelanggaran yang sudah kadung terjadi begitu besar. Seperti kata Pak Gubernur, kalau kita mau robohkan seluruh bangunan yang melanggar di Jakarta, maka kita bumi hanguskan Jakarta."
Dinas tak sanggup mengawasi bangunan satu per satu sejak awal dan menertibkan secara menyeluruh karena keterbatasan tenaga. "Di kecamatan, seksi cuma satu, staf cuma satu. Dia harus layani perizinan, lakukan pengawasan, penertiban. Padahal wilayah Jakarta sangat luas."
Menurut dia, sebagian besar pelanggar adalah rumah tinggal dan usaha kelas menengah. Pengusaha kelas menengah merasa disokong oleh aparat atau kenalan mereka. Pelanggaran terjadi karena tiga hal. Pertama, warga benar tidak mengerti aturan. "Mereka merasa memiliki tanah. Mau membangun di atas tanahnya, kenapa enggak boleh?"
Kedua, mereka tahu aturan tapi merasa ada orang yang melindungi. "Bisa ormas, aparat, pegawai saja juga." Bahkan menyeret oknum polisi, Angkatan Laut, dan Angkatan Darat. Putu membenarkan bahwa ada anak buahnya yang terlibat. Tapi dia sendiri kesulitan mengungkap seluruhnya. "Kalau saya panggil, tidak semuanya mau mengaku," kata Putu. Ketiga, pelanggaran terjadi karena pemohon kepepet. "Jenis ini tidak punya tanah di tempat lain, tapi harus membangun."
Untuk membenahi itu, dia mengaku sudah berusaha melakukan sosialisasi perizinan bangunan secara legal. Ia mencoba mendorong masyarakat untuk mengurus IMB sendiri, tanpa lewat calo. "Kami meredam niat mereka melanggar dengan sosialisasi di papan reklame dan LED," ujar dia. Dia menyebut sudah memamfaatkan CSR dari 28 pengusaha reklame sebagai wadah sosialisasi. "Jangan gunakan calo dalam pengurusan IMB. Tanpa IMB, bangunan tidak akan dapat listrik. Saya sudah kerja sama dengan PLN." (Baca: Kepadatan Penduduk Bisa Sebabkan Banjir Jakarta)
Yang paling penting, pembenahan sistem, yaitu dengan memulai layanan pembuatan izin mendirikan bangunan dengan sistem online di situs www.dppb.go.id pada Februari nanti. Ia melakukan program ini pada 2012 lalu dengan mengajukan anggaran pembelian sistem online sebesar Rp 5 miliar. Meski sempat diwarnai deg-degan, program ini hampir rampung. "Kami takut orang enggak ngerti kenapa Rp 5 miliar dan kami dianggap manipulasi."
Dia juga mengaku sudah bersikap tegas pada anak buahnya yang melanggar aturan. "Sudah mulai saya tindak tegas. Ada yang TKD-nya enam bulan ditahan. Ada yang dimutasi ke tempat yang betul-betul enggak ada kerjaan, dan ada yang kenaikan pangkatnya ditunda setahun."
Ia juga mengklaim sudah mengawasi pemenuhan koefisien dasar bangunan (KDB) atau building coverage. KDB mengatur hanya 20 persen dari keseluruhan lahan yang boleh didirikan bangunan. Pelanggar KDB diminta mengkompensasi lahan terbuka di tempat lain. Bagi gedung-gedung bertingkat, menurut dia, ada kewajiban lain berupa kewajiban menyediakan 1 persen lahan untuk sumur resapan. Ini menjadi salah satu syarat mendapat IMB.
ATMI PERTIWI
Berita Terpopuler
Ahok: Gimana Enggak Banjir Kalau Tanggul Dibolongi?
Jakarta Banjir, Ruhut Tuntut Jokowi Minta Maaf
Alasan Jokowi Mau Pasang Badan untuk Pusat
Ahok: Kami Bawa Polisi, Mereka Bawa Golok
Jokowi Jawab Amien Rais: Saya yang Penting Kerja