TEMPO.CO, Jakarta - Kepala SMA Negeri 3 Jakarta Retno Listyarti membantah jika dirinya disebut berencana mengundurkan diri. Menurut dia, kabar rencana dirinya untuk mengundurkan diri yang beredar selama ini tidak benar. "Tidak pernah ada surat yang berisi saya mau mundur, itu media yang melintir," katanya kepada Tempo di Polda Metro Jaya, Selasa, 5 Mei 2015.
Menurut Retno, kabar dirinya berencana mundur muncul karena surat yang dikirim kepada Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Surat itu dikirim sebagai bentuk permintaan maaf kepada Gubernur karena dianggap lalai meninggalkan sekolah saat pelaksanaan ujian nasional lalu.
Surat itu secara umum berisi permintaan maaf dan klarifikasi. Retno menyatakan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya karena dianggap lalai meninggalkan sekolah. Retno pun menyatakan siap mendapat hukuman atas aksinya tersebut. "Tapi yang beredar justru saya disebut mau mengundurkan diri, dan itu opini yang berkembang secara luas."
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia itu juga heran dengan munculnya kabar bahwa dia berencana mundur sebagai PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk berkarier di universitas. "Itu juga isu dari mana saya tidak tahu. Kalau memang ada, tunjukkan surat itu," ujar Retno.
Soal ancaman sanksi, Retno menolak berkomentar karena hal itu merupakan kewenangan Dinas Pendidikan. Namun Retno menegaskan dia tidak meninggalkan sekolah saat pelaksanaan ujian. Dia mengklaim tetap mengawasi ujian meski diakui telat tiba di sekolah. "Saya memang telat, dan telatnya juga sekitar tujuh menit."
Atas keterlambatan itu, Retno menganggap sanksi yang pantas untuk dirinya berupa teguran. Hal itu disebutnya sesuai dengan ketentuan yang mengatur soal kepegawaian. "Ada PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2011 penyelesaian disiplin PNS, itu semua sudah jelas sanksinya," dia menjelaskan.
Sanksi pemecatan pun disebutnya tidak relevan dengan pelanggaran yang dia lakukan. Pencopotan baru bisa dilakukan jika memang dia bersalah dan dipidana penjara oleh pengadilan. Apalagi pengangkatan kepala sekolah juga harus dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mendiknas Nomor 28 Tahun 2010.
Retno menyatakan aturan-aturan itu menyebutkan pencopotan baru bisa dilakukan jika absen dari pekerjaan tanpa alasan jelas selama 60 hari atau 30 hari berturut-turut. "Jadi tidak bisa dicopot begitu saja karena ada mekanismenya, kecuali saya dipenjara," tuturnya.
Meski begitu, dia menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, kewenangan pemberian sanksi tersebut langsung berada di bawah Dinas Pendidikan.
Namun, jika ternyata diberhentikan dari jabatannya, Retno siap menempuh jalur hukum. Dia berencana menggugat keputusan tersebut karena sanksi itu dianggap tidak sesuai dengan jenis pelanggarannya. "Ada mekanisme hukum melalui PTUN (pengadilan tata usaha negara), jadi saya memperjuangkan sesuai aturan," ucapnya.
Sebelumnya, pada hari kedua UN SMA, Selasa, 14 April 2015, Retno meninggalkan sekolah saat UN berlangsung. Ia melakukan wawancara dengan stasiun televisi swasta di SMA 2 Jakarta. Retno kala itu juga tidak mengenakan seragam PNS. Ia beralasan, wawancara yang dilakukannya itu sebagai Sekjen Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI).
DIMAS SIREGAR