TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota menghentikan penyelidikan atas tewasnya siswa Sekolah Menengah Pertama Flora, Bekasi Utara, Evan Christoper Situmorang. Kematian Evan dinilai tak ada kaitannya dengan kegiatan sekolah.
"Saudara Evan meninggal karena penyakit," kata Kepala Polresta Bekasi Kota, Komisaris Besar Bolly Tifaona, Rabu petang, 5 Agustus 2015.
Menurut dia, kesimpulan itu diambil setelah penyelidikan sejak Ahad hingga siang tadi. Penyidik sudah memintai keterangan 18 orang saksi, termasuk kepala sekolah, pimpinan kegiatan masa orientasi siswa (MOS) serta mentornya, siswa, ke dua orang tua, empat tetangganya, dokter puskesmas dan rumah sakit. "Penyakitnya Jantung," kata Daniel.
Menurut Daniel, dari hasil penyelidikan pula disimpulkan bahwa Evan meninggal dunia di rumahnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Evan mengalami kejang-kejang terlebih dahulu. Karena itu, orang tuanya Ratna mencoba menyelamatkan dengan menekan dadanya sambil berteriak meminta bantuan. "Empat tetangganya datang," kata dia.
Mereka lalu memeriksa kondisi Evan dengan berbagai cara, yaitu mengecek denyut nadi, detak jantung, bahkan menempelkan kaca di bagian mulut dan hidung, namun hasilnya tak ditemukan tanda-tanda kehidupan. "Empat saksi sudah tahu, tapi tak berani ngomong," kata Daniel. "Disarankan ke rumah sakit."
Baca Juga:
Daniel mengatakan, Evan langsung dibawa ke rumah sakit Sayang Bunda, namun tak bisa ditangani karena rumah sakit itu tak mempunyai peralatan lengkap. Evan pun dirujuk ke RS Citra Harapan. Namun, dokter di sana menyatakan kalau Evan sudah meninggal dunia. "Perjalanan ke rumah sakit butuh waktu sekitar 30 menit," kata dia. "Dokter menyatakan Evan meninggal 40 menit lalu."
Jika dihitung mundur, artinya Evan meninggal dunia masih berada di dalam rumah. Daniel mengatakan, hasil pemeriksaan dokter di puskesmas pada 28 Juli merekomendasikan Evan diperiksa lebih lanjut di rumah sakit. Namun, keluarganya tak membawanya, hingga akhirnya meninggal dunia. "Kami tegaskan, meninggalnya saudara Evan tak berkaitan dengan MOS," kata Daniel.
Menurut Daniel, hasil penyelidikan di sekolah, pada saat kegiatan tersebut juga tak ditemukan kekerasan atau kegiatan yang memberatkan fisik siswanya. Adapun, kegiatan terakhir yaitu cinta lingkungan hanya sejauh 1,5 kilometer. "Tak ada keluhan dari Evan," kata dia.
Lantaran meninggalnya Evan dianggap wajar, polisi tak membutuhkan otopsi. Jika dipaksakan, kata dia, maka akan muncul tersangka tak lain adalah orang tuanya sendiri. Adapun pasalnya ialah 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian menyebabkan meninggalnya orang. "Kami sudah mempertimbangkannya," kata dia. "Keluarga juga sudah membuat pernyataan."
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bekasi Kota, Komisaris Ujang Rohanda, mengatakan, bahwa Evan diperiksa ke puskesmas 13 hari setelah kegiatan di sekolahnya atau pada 22 Juli 2015. Dibawa ke Puskesmas ke dua kalinya yaitu pada 28 Juli. Hasilnya asam urat mencapai 6,7 mg/dl, sementara yang tak wajar ialah Lekosit yang mencapai 11.300.
Lekosit itu melebihi batas normal di bawah 10.000. Karena itu, Evan diminta ke rumah sakit. Sayang, hingga meninggal dunia, rekomendasi itu tak dijalankan. Diduga, infeksi dalam yang membuat lekosit tinggi hingga Evan meninggal dunia.
ADI WARSONO