Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Gubernur Sutiyoso mengakui dan tidak menutup-nutupi berbagai kekurangan dan kelemahan di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti kelemahan manajemen, status badan hukum, SDM yang kurang profesional, kurang sehatnya keuangan badan usaha, dan masih lemahnya pembinaan dan pengawasan. Kondisi perusahaan-perusahaan milik daerah tersebut makin buruk akibat krisis ekomomi tahun 1998 yang lalu, sehingga beberapa BUMD merosot kinerjanya, kata Sutiyoso di hadapan sidang paripurna DPRD DKI, Selasa (9/4). Setelah krisis mereda di tahun 1999, kata Gubernur, eksekutif mulai melakukan langkah pembenahan BUMD secara konsepsional, menyeluruh dan bertahap dalam program reformasi BUMD DKI. Dalam pemandangan umum dan tangggapan fraksi terhadap LPJ Gubernur Sutiyoso Selasa pekan lalu, beberapa fraksi diantaranya F-PPP, FPG, F-PDIP dan seluruh fraksi mempertanyakan kinerja dan pelaksanaan teknis BUMD DKI. Menurut Sutiyoso, gubernur tidak lagi duduk sebagai ketua atau anggota dewan komisaris maupun badan pengawas pada BUMD. “Kedudukannya dalam dewan komisaris dan dewan pengawas digantikan oleh pejabat senior yang membidangi kompeten dan profesional di bidangnya, serta para pakar profesional independen,” lanjut Sutiyoso. Mengenai masih duduknya Gubernur sebagai ketika badan pengawas PD Pasar Jaya, “saya jelaskan, proses pergantiannya sudah berjalan sesuai SK Gubernur nomor 331 dan 332 tahun 2001, dan tinggal menunggu keputusan formalnya,” katanya. Ditambahkan pula, mengenai kedudukan Gubernur sebagai Ketua Dewan Komisaris pada PT. Pembangunan Jaya, semata-mata karena sesuai dengan anggaran dasar perusahaan dengan Gubernur ex-officio sebagai Ketua Dewan Komisaris. “Namun Gubernur telah menyampaikan permohonan pengunduran diri, tetapi RUPS PT Pembangunan Jaya sampai saat ini belum memberi keputusan,” katanya. Pemprov DKI, lanjut Sutiyoso, hanya memiliki 40 persen saham PT. Pembangunan Jaya, selebihnya dikuasai pihak lain. (Dimas Adityo-Tempo News Room)
Iklan
