TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Bekasi tengah mempelajari penyebab banjir di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek kilometer 34, Cibatu, Kabupaten Bekasi. Soalnya, selama ini titik tersebut tidak pernah terjadi banjir.
"Banjir ini jadi bahan evaluasi kami," kata Kepala Subbidang Tata Ruang dan Infrastruktur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi Evi Mutia kepada Tempo, Senin, 15 Februari 2016.
Menurut dia, elevasi air di Kabupaten Bekasi itu mengalirnya ke wilayah utara. Sementara Bekasi dibelah oleh sejumlah pembangunan, seperti jalan tol, kanal tarum barat atau Kalimalang, sehingga terdapat gorong-gorong di bawahnya. "Drainase tol memang bukan untuk semua aktivitas dibuang ke sana," kata Evi.
Semestinya, kata dia, saluran drainase primer dan sekunder didesain untuk menampung limpasan air. Namun, kata dia, saluran-saluran yang ada dianggap belum maksimal dan kapasitasnya sudah tidak mencukupi untuk menampung debit air yg besar. "Ini sedang kami pelajari, banjir kemarin itu karena apa," kata dia. "Selama ini belum pernah seperti ini."
Lagipula, berdasarkan pengamatannya, saluran yang dibuat pengembang biasanya tidak terintegrasi, begitu juga dengan saluran drainase kota atau wilayah. "Makanya jadi tidak saling terkoneksi satu dengan lainnya," kata dia.
Ia mengakui ada dampak dari pembangunan di kawasan industri Lippo Cikarang. Efeknya, berkurangnya kapasitas air yang mestinya terserap ke dalam tanah. Dengan banyaknya wilayah yang terbangun akhirnya air langsung mengalir semua ke kali dan sungai. "Sementara kalinya banyak sedimen, jadi airnya enggak tertampung, dan meluap. Solusinya normalisasi," kata Evi.
Sebetulnya, kata dia, dalam rekomendasi prinsip lokasi, setiap pengembangan baru yang membuat perubahan tata guna lahan, mesti membuat kolam retensi atau penumpang air. Supaya air tidak langsung ke sungai. "Tapi, biasanya pengembang tidak melakukan itu," kata dia. "Saya pribadi khawatir sungai yang ada tidak mampu menampung debit yang tinggi."
Karena itu, pengembang selalu disarankan untuk membuat semacam kolam pengendali banjir atau kolam retensi untuk menampung air hujan.
Adapun, banjir di kilometer 37 diakibatkan meluapnya Situ Rawabinong di Desa Hegarmukti, Kecamatan Cikarang Pusat, yang kini menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. "Kami akan koordinasi untuk pembuatan tanggul," kata dia.
Menurut dia, situ tersebut merupakan situ alam, sehingga dipastikan tak ada saluran air dari kawasan. Sebab, air di situ itu dimanfaatkan untuk bahan baku air bersih dan irigasi sawah.
Juru bicara PT Jasa Marga cabang Jakarta-Cikampek, Iwan Abrianto mengatakan, exit tol Cikarang Pusat di kilometer 37 sempat ditutup akibat banjir karena melimpasnya situ Rawa Binong yang berada di Desa Hegarmukti, Kecamatan Cikarang Pusat.
Air dari situ tersebut melimpas ke danau rumah makan Alam Sari yang berada di pinggir tol. Akibatnya, debit di danau tersebut meningkat tajam, hingga melimpas ke badan jalan tol. Karena itu, petugas membuat tanggul sementara yang terbuat dari karung berisi pasir. "Untuk mengurangi atau menghentikan lajur limpasan air," kata Iwan.
Sementara itu, banjir yang terjadi di kilometer 34, dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan di sekitar lokasi simpang susun Cibatu. Hal ini menyebabkan, daerah tangkapan air meluas hingga ke area jalan tol. "Saluran air yang ada di jalan tol Jakarta-Cikampek tidak didesain untuk menampung air yang berasal dari luar jalan tol," kata Iwan.
Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait yang mempunyai kepentingan untuk memecahkan masalah tersebut. Soalnya, pada saat hujan deras debit di saluran kawasan industri Lippo Cikarang penuh, walhasil melimpas ke ruas jalan tol. "Kami sedang mengusut penyebab pasti banjir," kata Iwan.
Adapun, Juru bicara Lippo Cikarang, Ria Sormin, mengatakan, bahwa kawasan yang dibangun perusahaannya mempunyai lima kolam retensi untuk menampung air hujan.
ADI WARSONO