TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku heran dengan salah satu pertanyaan tim yang memeriksanya pada Selasa, 12 April 2016. Pertanyaan ini diajukan salah setu anggota tim yang memeriksanya saat itu.
"Pertanyaannya sederhana, bukan bocorin BAP-ya. Dia tanya, ‘Bapak pernah enggak terpikir, Bapak kan mau beli NJOP, itu harga terendah urusan negara. Bapak berhak menentukan NJOP. Kenapa Bapak tidak memperlambat NJOP? Supaya bisa beli barang yang murah.’ bagus toh pertanyaannya," ucap Ahok di kantor Gubernur DKI Jakarta, Rabu, 13 April 2016.
Ahok mengatakan itu merupakan pertanyaan lucu meski sederhana. Ahok pun menjawab pertanyaan ini dengan berujar, jika dilakukan, hal tersebut berpotensi menimbulkan kecurangan. Bahkan ia menegaskan bahwa ini merupakan tindakan kriminal.
Menurut Ahok, ia mengaku tidak pernah berpikir seperti yang ditanyakan tim pemeriksa. Toh, jika ia menunda pembaharuan nilai NJOP, hal ini otomatis tidak hanya berlaku bagi Sumber Waras. Semua pembelian akhirnya harus menggunakan NJOP lama.
Ahok memperkirakan hal ini justru akan merugikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Jangan-jangan pemda malah lebih rugi karena semuanya turun nih hanya untuk beli yang Sumber Waras," tutur Ahok.
Selasa kemarin, Ahok dipanggil KPK. Pemeriksaan ini berlangsung 12 jam. Ahok mengaku diperiksa empat orang. Pertanyaannya pun mengenai dugaan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar akibat pembelian lahan RS Sumber Waras.
KPK mulai menyelidiki kasus ini pada 20 Agustus 2015. Kasus tersebut pertama kali mencuat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI pada 2014 yang menyatakan ada kerugian negara atas pembelian lahan Sumber Waras.
BPK Jakarta menganggap prosedur pembelian sebagian lahan rumah sakit itu dapat menimbulkan kerugian bagi Pemprov DKI. Pasalnya, saat itu harga NJOP di daerah tersebut masih memakai NJOP lama. Namun Ahok membeli dengan NJOP yang baru dikeluarkan setelah pembelian dilakukan.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI