TEMPO.CO, Tangerang - Adipurna Sukarti, 65 tahun, seorang pengusaha onderdil kendaraan asal Pontianak, Kalimantan Barat, memperkarakan dua pejabat direksi perusahaan properti dan pergudangan di Kosambi, Kabupaten Tangerang, PT Selembaran Jati dengan tuduhan penipuan dan penggelapan.
Adipurna menyeret Direktur Utama dan Komisaris Selembaran, Suryadi Wongso alias Ng Eng Kuang dan Yusuf Ngadiman alias Ng Bak An ke Pengadilan Negeri Tangerang. "Sebagai penyetor modal Rp 8,15 miliar, saya sama sekali tidak pernah menerima keuntungan sepeserpun, dan tak diundang dalam RUPS," kata Adipurna di Pengadilan Negeri Tangerang hari ini, Rabu, 6 September 2017.
Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman duduk di kursi pesakitan karena diduga melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik sehingga dijerat Pasal 266 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Kasus ini dilaporkan pada 2016 namun kedua tersangka tidak ditahan.
Adipurna menyatakan dirinya adalah pemegang 30 persen saham Selembaran sekaligus komisaris. Sejak 1999 hingga 2009, Adipurna mengaku tidak mendapatkan keuntungan apapun dalam perusahaan itu. "Tahun 2008 nggak tahunya aset perusahaan sudah dijual." Padahal, pada 1999 dengan menyetor modal Rp 8,15 miliar dia dijanjikan mendapat tanah seluas 23,5 hektare dari 45 hektare yang dibeli Salembaran. "Saham 30 persen saya akan dikonversi dengan tanah 13,5 hektare," katanya
Perhitungan harga tanah di Kosambi saat itu Rp 60 ribu per meter persegi. Hal itu tertuang dalam kesepakatan dan perjanjian di atas materai di hadapan notaris.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hasanudin berjalan panas pada saat Adipurna dicecar kuasa hukum terdakwa dari Kantor Pengacara Yudistira dan Rekan. Kuasa hukum menuding Adipurna berbohong dan telah menerima uang dari pihak terdakwa.
Dengan nada sengit, Adipurna mengakui mendapatkan transfer dana Rp 1 miliar dan Rp 4 miliar pada 2004. "Tapi saya tidak tahu uang apa itu dan saya tidak menerima. Tidak ada transaksi, semua saya minta Bareskrim Polri untuk menyitanya."
Perkara ini berawal ketika Adipurna bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso, Salim Wongso, dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada 1999. Modal tersebut untuk membeli lahan tanah seluas 45 hektare di Desa Salembaran Jati Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
Adipurna kemudian dijadikan pemegang saham 30 persen Salembaran, sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen saham per orang. Namun, selama kerjasama berjalan Adipurna mengaku tidak pernah mendapatkan pembagian keuntungan. Adipurna juga menyatakan tak mengetahui ketika wafat Salim Wongso mewariskan sahamnya kepada putranya, Suryadi Wongso, pada 2001.
Pada 2008, Adipurna menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset perusahaan Salembaran. Kemudian, Adipurna melaporkan Ngadiman dan Suryadi ke Mabes Polri dengan tuduhan penipuan dan penggelapan.
JONIANSYAH HARDJONO