TEMPO.CO, Jakarta - Festival Palang Pintu XI dan Gelar Budaya 2016 di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan dimeriahkan dengan acara kontes batu pandan. Perlombaan ini berlangsung dua hari selama festival, yaitu Sabtu dan Minggu, 28-29 Mei 2016.
Wakil ketua panitia kontes batu pandan, Budiman Mulyadi, mengatakan lomba ini baru pertama kali digelar dalam penyelenggaraan Festival Palang Pintu. Festival tersebut diadakan setiap tahun untuk memperingati Hari Ulang Tahun DKI Jakarta.
"Ada 11 kategori lomba batu pandan," kata Budiman di stan kontes, Sabtu, 29 Mei 2016. Ia menyebutkan di antaranya ada pandan kapas, pandan merah, pandan sutra, dan pandan lumut. Ada enam kategori yang diperlombakan pada hari ini. Adapun hari kedua dilanjutkan dengan penjurian lima kategori.
Budiman mengatakan ciri khas dari batu pandan adalah memiliki sisik. Adapun hal-hal yang dinilai dalam lomba, yaitu kebersihan batu, kristalisasi batu, bentuknya harus sesuai dengan bentuk pandan yang rata-rata besar, serta harus pas dengan cincin atau ringnya.
Untuk mengikuti lomba, caranya cukup mudah, yakni dengan mendaftar sekaligus membawa batu pandan. Biaya pendaftaran Rp 120 ribu. "Dua puluh ribunya dipakai buat kegiatan sosial," ucap Budiman.
Batu yang diserahkan ke panitia langsung mengikuti proses penjurian. Salah satu juri adalah pakar batu dan sesepuh batu pandan, Abah Sigit M.
Panitia menyiapkan banyak hadiah bagi pemenang. Tiap kategori akan dipilih juara harapan 1 sampai 7, serta juara 1, 2, dan 3. Juara tiga besar mendapat trofi, piagam, dan uang pembinaan untuk merawat batunya.
"Sampai pukul setengah lima, ada 106 pendaftar," kata Budiman. Panitia akan menyerahkan piala kepada pemenang pada penutupan festival, Minggu, 29 Mei 2016.
Salah seorang peserta, Syaifudin, 53 tahun, hari ini mengikuti tiga kategori lomba sekaligus, yaitu pandan merah, pandan anggur, dan pandan babon. "Besok bawa lagi. Ada pandan lumut, pandan lawas, lumut semu, dan pandan kapas," ujar warga Tanjung Barat, Pasar Minggu, ini.
Syaifudin mengoleksi batu pandan sejak tiga tahun lalu. Di rumahnya ada 300-an batu pandan. "Kami ingin melestarikan budaya Betawi. Salah satunya melalui batu pandan," kata wiraswasta ini.
Ia menjelaskan, batu pandan identik dengan batu khas Betawi. Dulu, kata Syaifudin, batu ini banyak dipakai para jawara. "Orang Belanda memakainya untuk liontin, sama jawara cincin dipakai buat mengenai lawan," ujarnya.
Menurut Syaifudin, batu pandan mempunyai kriteria sendiri. Batu mulia ini bisa berubah, misalnya dari pandan kapas menjadi pandan nanas, kemudian pandan hijau. "Bisa dikatakan dia hidup. Itulah yang jadi daya tarik," ucapnya.
Ia mengatakan, pada umumnya, batu pandan berukuran besar agar sisiknya menonjol. Bentuknya juga kebanyakan oval dan cembung.
Batu unggulan Syaifudin sedang dia pakai, jenisnya pandan hijau. Nilai jualnya sekitar Rp 20 juta hingga Rp 35 juta. "Sebenarnya di semua kelas punya keunggulan masing-masing," ujar anggota Keluarga Besar Akik Pandan ini.
REZKI ALVIONITASARI