TEMPO.CO, Depok - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok menangkap 20 pekerja seks dan menyita 493 botol minuman keras dalam operasi gabungan penyakit masyarakat, pada Sabtu dinihari, 24 September 2016. Operasi itu melibatkan anggota Polri dan TNI.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok Dudi Miraz menuturkan tim gabungan menyisir dua wilayah di kawasan timur dan barat Depok. Dalam razia tersebut, ditangkap 20 PSK yang bekerja di hotel dan panti pijat. "Kami juga masih temukan penjualan miras di warung remang-remang," kata Dudi.
Razia dimulai pada Jumat malam dan berakhir pada Sabtu sekitar pukul 01.30 tadi pagi. Ratusan personel gabungan menyisir lokasi yang dijadikan tempat esek-esek terselubung. "Kebanyakan adalah hotel melati dan panti pijat yang dijadikan tempat prostitusi terselubung," ujarnya.
Pemerintah Depok gencar melakukan razia minuman keras karena permintaan masyarakat. Apalagi Depok sedang melakukan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pengawasan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Dalam revisi tersebut, warga Depok mendesak pemerintah agar dalam perda tersebut diatur zero alcohol. Artinya, di Depok tidak boleh ada peredaran miras di mana pun. "Masih dalam pembahasan. Makanya kami konsen dalam razia miras."
Dalam perda pengendalian peredaran minuman beralkohol di Depok, diatur ketentuan tentang larangan menjual minuman beralkohol golongan A dengan kadar etanol 1-5 persen secara eceren di gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja dan bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, serta permukiman.
Sedangkan golongan B dengan kadar etanol 5-20 persen dan golongan C dengan kadar etanol lebih dari 20-55 persen dilarang dijual di mana pun, kecuali di hotel berbintang tiga, empat, dan lima, restoran dengan Tanda Talam Kencana dan Talam Selaka, serta bar dan klub malam. Adapun sanksi bagi pelanggaran perda adalah kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
IMAM HAMDI