TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui bila kebijakannya merampingkan birokrasi mulai terlihat hasilnya. Anak buahnya tak hanya berlomba-lomba menunjukkan kinerja yang baik, tapi juga saling melaporkan kinerja kolega mereka yang tak beres. “Biar saja saya pakai politik adu domba atau devide et impera untuk menyaring pejabat yang mau kerja,” katanya di Balai Kota, Selasa, 7 Juli 2015.
Menurut gubernur yang disapa Ahok ini, caranya memecat pejabat yang malas dan tak beres membuat pegawai negeri terperanjat. Beberapa pejabat yang merasa terpukul dengan pemecatan akhirnya merasa harus menyeret kolega mereka yang dinilai sama buruknya. “Sekarang banyak sekali laporan pegawai malas dan layak dipecat masuk. Saya senang-senang saja,” ucapnya.
Ahok menjelaskan, birokrasi yang ramping penting untuk menjalankan pemerintahan yang efektif. Lagi pula banyak pola kerja pejabat yang tak sesuai dengan pendapatan yang diperoleh. Hal itu membuat belanja pegawai DKI sangat boros. “Masak, saya menggaji PNS Rp 13 juta hanya untuk gosok batu akik,” tutur Ahok.
Dia menargetkan ada sekitar 30 ribu pegawai negeri di DKI yang bakal kena perampingan. Kebijakan itu, menurut Ahok, bakal membuat anggaran DKI lebih efisien. “Saya bakal hemat Rp 5 triliun. Uang yang banyak itu. Saya saja enggak pernah punya uang sampai triliunan.”
RAYMUNDUS RIKANG