Kiara: Putusan Nelayan Pulau Pari Bersalah Bertentangan dengan...

Rabu, 8 November 2017 12:24 WIB

Sejumlah warga pulau Pari menggelar aksi di depan pengadilan Negeri, Jakarta, 7 November 2017. Mereka menuntut keadilan untuk 3 nelaya nyang tersangkut kasus sengketa lahan di Pantai Perawan Pulau Pari. Tempo/ Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai vonis enam bulan penjara kepada tiga nelayan Pulau Pari adalah bentuk kegagalan pemerintah dalam memastikan perlindungan hak-hak nelayan Indonesia. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutuskan tiga nelayan Pulau Pari bersalah melakukan pemerasan.

"Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghasilkan dua catatan merah," ujar Sekjen Kiara Susan Herawati dalam keterangan resmi Kiara yang diterima Tempo, Rabu, 8 November 2017.

Menurut Susan, dua catatan kegagalan pemerintah adalah gagal melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman privatisasi dari investasi dan korporasi. Pemerintah juga dianggap gagal mengakui dan melindungi hak-hak nelayan mengelola wilayah pesisir dan pulau kecil.

Baca: Tiga Nelayan Pulau Pari Diputus Bersalah Lakukan Pemerasan

Pada sidang putusan Selasa lalu, ketiga terdakwa yakni Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bachrudin alias Edo dijerat dengan Pasal 368 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemerasan. Hakim Ketua Agusti mengatakan pungutan kepada pengunjung Pantai Perawan yang dilakukan terdakwa merupakan bentuk pemerasan karena tidak sesuai dengan retribusi atau pajak yang ditetapkan pemerintah daerah setempat.

Menurut Susan, putusan majelis hakim tersebut bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Susan mengatakan dalam pasal tersebut, masyarakat pesisir memiliki hak untuk mengelola dan mendapatkan manfaat dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. "Warga Pulau Pari telah berpuluh-puluh tahun menetap, membuka wisata dan mengelola secara mandiri," ujarnya.

Terlebih, menurut Susan, uang hasil dari pungutan kepada wisatawan digunakan masyarakat setempat untuk membangun sarana dan prasarana Pantai Perawan. Sisanya, untuk membayar petugas kebersihan, membangun mushola dan membantu anak yatim. "Pengelolaan ini dilakukan mandiri tanpa keterlibatan pemerintah," katanya.

Baca: Nelayan Pulau Pari Serahkan Bukti Kepemilikan Tanah ke Ombudsman

Susan melanjutkan, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilakukan oleh masyrakat diakui dalam Pasal 4 huruf C dan D UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. "Dengan tujuan tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya," ujarnya.

Advertising
Advertising

Bahkan, pemerintah dituntut untuk mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan sesuai dengan Pasal 61 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal tersebut juga di dukung dengan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang memberikan pengakuan hak bagi nelayan untuk berdaulat atas wilayah sendiri.

"Mandat dari putusan MK adalah Negara harus menjamin terpenuhinya 4 hak konstitusional nelayan Indonesia salah satunya hak untuk mengelola pesisir dan pulau-pulau kecil," kata Susan.

Atas putusan tiga nelayan Pulau Pari tersebut, Susan mengatakan Kiara mendesak dua hal. Pertama, pemerintah didesak untuk segera melakukan review terhadap proyek-proyek strategis nasional yang merampas hak-hak kontitusional nelayan. Kedua, memastikan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat pesisir dengan implemetasi UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam melalui penyusunan panduan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Ini ditujukan kepada seluruh aparat pemerintahan dan aparat penegak hukum," ujarnya.

Berita terkait

Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

3 hari lalu

Berkas Kasus Firli Bahuri Mandek di Polda Metro, Penyidik Tak Kunjung Penuhi Permintaan Jaksa Penuntut Umum

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta merasa tak ada kedala menangani kasus dugaan pemerasan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Selengkapnya

IM57 Nilai Tak Ada Lagi Alasan Penyidik Polda Metro Jaya Tidak Menahan Firli Bahuri

5 hari lalu

IM57 Nilai Tak Ada Lagi Alasan Penyidik Polda Metro Jaya Tidak Menahan Firli Bahuri

Sebaiknya, kata IM57, persidangan SYL dan Firli Bahuri itu berjalan bersamaan sehingga masalah pemerasan ini bisa saling terkonfirmasi.

Baca Selengkapnya

Novel Baswedan Khawatir Penanganan Kasus Firli Bahuri Lambat karena Unsur Politis

7 hari lalu

Novel Baswedan Khawatir Penanganan Kasus Firli Bahuri Lambat karena Unsur Politis

Novel Baswedan mengakhatirkan proses yang lama itu akibat munculnya unsur politis dalam menangani kasus Firli Bahuri yang memeras SYL.

Baca Selengkapnya

Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

7 hari lalu

Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

Novel Baswedan menjelaskan, jika Firli Bahuri ditahan, ini akan menjadi pintu masuk bagi siapa pun yang mengetahui kasus pemerasan lainnya.

Baca Selengkapnya

Dugaan Pemerasan oleh Jaksa KPK, Pemeriksaan LHKPN Selesai Bulan Depan

9 hari lalu

Dugaan Pemerasan oleh Jaksa KPK, Pemeriksaan LHKPN Selesai Bulan Depan

Menurut Albertina, KPK menerima laporan dari masyarakat Lampung Utara perihal dugaan gratifikasi atau suap yang dilakukan Jaksa KPK itu.

Baca Selengkapnya

Kesaksian Pejabat Eselon I Kementan Ungkap SYL Minta USD 14 Ribu untuk Keperluan Pribadi

9 hari lalu

Kesaksian Pejabat Eselon I Kementan Ungkap SYL Minta USD 14 Ribu untuk Keperluan Pribadi

Tim penyidik KPK membuka peluang memeriksa anggota keluarga Syahrul Yasin Limpo alias SYL perihal penyidikan dugaan pencucian uang.

Baca Selengkapnya

Syahrul Yasin Limpo akan Ajukan Nota Pembelaan Setelah Eks Ajudan Beberkan Firli Bahuri Minta Rp 50 Miliar

9 hari lalu

Syahrul Yasin Limpo akan Ajukan Nota Pembelaan Setelah Eks Ajudan Beberkan Firli Bahuri Minta Rp 50 Miliar

Nota pembelaan itu menyikapi kesaksian eks ajudan Syahrul Yasin Limpo, Panji Harjanto, yang mengatakan bekas Ketua KPK Firli Bahuri meminta uang.

Baca Selengkapnya

Pengacara Firli Bahuri Nilai Tak Ada Alasan Subjektif Kliennya Harus Ditahan Polisi

9 hari lalu

Pengacara Firli Bahuri Nilai Tak Ada Alasan Subjektif Kliennya Harus Ditahan Polisi

Kuasa hukum bekas Ketua KPK Firli Bahuri, Ian Iskandar, mengatakan tak ada alasan subjektif kliennya ditahan kepolisian dalam kasus dugaan pemerasan

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Minta Direktorat LHKPN Segera Selesaikan Kasus Pemerasan Jaksa TI terhadap Saksi

11 hari lalu

Dewas KPK Minta Direktorat LHKPN Segera Selesaikan Kasus Pemerasan Jaksa TI terhadap Saksi

Dewas KPK mengaku sudah menyampaikan kepada Direktorat LHKPN agar segera menyelesaikan pemeriksaan kasus pemerasan oleh jaksa TI.

Baca Selengkapnya

KPK dan Dewas Anggap Tak Ada Kejelasan Perkara atas Pelaporan Suap oleh Jaksa TI Sehingga Tak Dilanjutkan

11 hari lalu

KPK dan Dewas Anggap Tak Ada Kejelasan Perkara atas Pelaporan Suap oleh Jaksa TI Sehingga Tak Dilanjutkan

KPK menilai pelaporan dugaan pemerasan Jaksa KPK berinisial TI terhadap saksi senilai Rp 3 miliar sejauh ini tak memiliki kejelasan perkara.

Baca Selengkapnya