Sengketa Pulau Pari, Ini Temuan Ombudsman Soal Surat SHM dan SHGB
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Dwi Arjanto
Senin, 9 April 2018 17:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mempublikasikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) mengenai laporan Forum Peduli Pulau Pari.
“Ini sudah disampaikan kepada Ombudsman sejak tahun lalu didampingi oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum), serta sudah kami lakukan serangkaian proses pemeriksaan, dan hari ini kami menyerahkan LAHP (soal Pulau Pari),” kata pelaksana tugas Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Dominikus Dalu, di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 9 April 2018.
Menurut Dominikus, LAHP menemukan adanya maladministrasi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik PT Bumi Pari Asri. Penyerahan akan dilakukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca : Sengketa Pulau Pari, Sandiaga Uno Penuhi Panggilan Ombudsman
“Mengapa pemerintah provinsi kami anggap penting dan strategis, karena wilayah Pulau pari bagian dari Kepulauan Seribu yang menjadi otoritas wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan ada hal-hal yang bisa dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta terkait dengan perlindungan warga kita yang ada di Pulau Pari,” tutur Dominikus.
Dalam proses penerimaan LHAP, Kementerian ATR/BPN diwakili Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN Made Ngurah Pariatna dan Pemprov DKI Jakarta diwakili Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Mereka juga menandatangani bukti terima LAHP.
Sengketa ini berawal pada 2014 ketika perwakilan PT Bumi Pari Asri mendatangi warga Pulau Pari dan mengakui tempat tinggal mereka sebagai lahan miliknya. Bumi Pari Asri mengklaim memiliki sertifikat hak milik. Warga menduga PT Bumi Pari Asri hanya ingin mencaplok pariwisata yang telah berkembang di Pulau Pari.
Berdasarkan catatan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, PT Bumi Pari Asri memiliki lahan seluas 40,6 hektare, yang terdiri atas hak guna bangunan dengan 14 sertifikat, hak milik atas nama pribadi 61 sertifikat, dan akta jual-beli 62 peta bidang yang ditandatangani camat.
Luas Pulau Pari 41,32 hektare. Terkait dengan sengketa pulau itu, berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, 40 persen lahan Pulau Pari digunakan sebagai permukiman, 50 persen untuk perekonomian, dan 10 persen untuk pengembangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Simak: Tumpahan Minyak di Pulau Pari, Lurah: Kejadian Setiap Tahun
Made Ngurah Pariatna menyampaikan akan melakukan audit terkait dengan proses penerbitan SHM dan SHGB di Pulau Pari. Prosesnya selama 30 hari sesuai dengan rekomendasi Ombudsman.
“Jadi tentunya nanti yang akan kami lihat apa yang keliru dari persyaratan tersebut yang dilakukan oleh temen-temen BPN Jakarta Utara dan sebagian tentunya siapa yang bertanggung jawab terhadap proses tersebut” kata Pariatna.
Untuk SHM akan diperiksa kronologi penerbitan proses pengukuran pemeriksaan tanah serta dokumen yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat di Pulau Pari. Kemudian SHGB milik PT Bumi Pari Asri akan dikoordinasikan dengan Pemprov DKI. “Harus ada rekomendasi dari bupati pada saat itu yang menjadi dasar terbitnya HGB terkait Pulau Pari. Jadi persis kalau kita lihat itu mulai dari 2014 dan rekomendasi SIPPT (surat izin penunjukan penggunaan tanah),” ujar Pariatna.