Koalisi Tolak Swastanisasi Air Kecewa Berat Kemenkeu Ajukan PK

Jumat, 4 Mei 2018 13:59 WIB

Koalisi Masyarakat Menolak Swastaniasi melakukan aksi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018. Demonstrasi diikuti sekitar 50 orang dengan mengusung tema Aksi Mandi Bareng di Balai Kota DKI Jakarta. Koalisi terdiri dari LBH Jakarta, Solidaritas Perempuan, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikan (Kiara), dan Kruha.

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Koalisi Masyarakat Tolak Swastanisasi Air, Arif Maulana, menyayangkan peninjauan kembali atau PK yang diajukan Kementerian Keuangan atas putusan Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, peninjauan kembali itu melawan konstitusi yang menyebutkan bahwa pengelolaan air dilakukan oleh negara.

“Kami sangat kecewa,” kata Arif Maulana, seperti dikutip Koran Tempo, Jumat, 4 Mei 2018.

Kemenkeu mengajukan PK atas putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. PK itu diajukan pada 22 Maret lalu melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menuturkan Kementerian mengajukan permohonan peninjauan kembali karena Kementerian membuat penjaminan yang sejalan dengan kebijakan pemerintah. “Maka dilakukan upaya hukum maksimal,” tuturnya, Kamis.

Baca: TGUPP Berkukuh Tolak Swastanisasi Air Jakarta, Apa Dampaknya?

Kemenkeu merupakan salah satu pihak yang digugat oleh koalisi penolak privatisasi air selain Gubernur DKI Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, dan PAM Jaya. Adapun Palyja dan Aetra merupakan pihak turut tergugat.

Pada 10 April 2017, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Koalisi. Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai kerja sama Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta (PAM Jaya) dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) sejak 6 Juni 1997 melanggar aturan. Sebab, kerja sama itu menyerahkan kewenangan pengelolaan air bersih kepada mitra swasta.

Akibat privatisasi air itu, menurut Mahkamah, PAM Jaya kehilangan kewenangan pengelolaan air. Kebijakan penswastaan air itu juga tidak meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelayanan air bersih bagi warga Ibu Kota. Hakim kasasi pun memerintahkan para tergugat menghentikan kebijakan privatisasi air minum di DKI dan mengembalikan pengelolaannya kepada PAM Jaya.

Baca: Koalisi Desak Anies Baswedan Hentikan Swastanisasi Air

Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat telah mengetahui permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kementerian. “Proses hukum biarlah berjalan,” ujarnya.

Manager Corporate Customer and Communication Aetra Astriena Veracia tak bersedia memberi tanggapan. “Belum bisa jawab,” tuturnya melalui pesan elektronik. Adapun Head of Corporate Communications Palyja Lydia Astriningworo tak kunjung menjawab permintaan konfirmasi dari Tempo hingga berita privatisasi air ini dibuat.

IRSYAN HASYIM | DEVY ERNIS

Berita terkait

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

9 hari lalu

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional.

Baca Selengkapnya

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

10 hari lalu

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

Ditjen Bea Cukai menanggapi pemberitaan penetapan bea masuk untuk produk sepatu impor yang dibeli oleh konsumen sebesar Rp 31,8 juta.

Baca Selengkapnya

Ini Target Indonesian di World Water Forum ke-10

11 hari lalu

Ini Target Indonesian di World Water Forum ke-10

World Water Forum ke-10 merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk mendorong terciptanya solusi konkret untuk mengatasi persoalan air

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

11 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

11 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

22 Tahun PKS, Capaian dari Pemilu 2004 sampai Pemilu 2024

14 hari lalu

22 Tahun PKS, Capaian dari Pemilu 2004 sampai Pemilu 2024

PKS berusia 22 tahun, pada 20 April lalu. Ini sejarah berdirinya, dan perolehan sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

26 hari lalu

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

Pemerintah telah menyalurkan tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 40,77 triliun per hari Selasa, 9 April 2024. Seperti apa rinciannya?

Baca Selengkapnya

Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

26 hari lalu

Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp 23,04 triliun.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu: Penyaluran THR untuk ASN Hampir 100 Persen, Tembus Rp 36,93 Triliun

31 hari lalu

Kemenkeu: Penyaluran THR untuk ASN Hampir 100 Persen, Tembus Rp 36,93 Triliun

Kementerian Keuangan mengumumkan perkembangan pembayaran tunjangan hari raya atau THR untuk aparat sipil negara (ASN) per 3 April 2024.

Baca Selengkapnya

DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

35 hari lalu

DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

DJP mengatakan Wajib Pajak orang pribadi yang mengikuti Program Pengungkkapan Sukarela (PPS) wajib menyampaikan realisasi PPS.

Baca Selengkapnya