TEMPO.CO, Depok - Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Dadang Wihana mengatakan instansinya tertarik mengikuti regulasi yang diterapkan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam menangani ojek online. “Kami akan pelajari metode yang digunakan DKI Jakarta,” ujar Dadang, Sabtu, 21 Juli 2018.
Salah satu cara yang digunakan pemerintah DKI adalah bekerja sama dengan operator ojek online. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah meminta operator menonaktifkan aplikasi di kawasan tertentu. Permintaan itu didasarkan atas pelanggaran aturan yang sering terjadi akibat banyak pengemudi ojek online berkumpul di satu kawasan. “Jadi menyebabkan kemacetan lalu lintas,“ ujar Andri, Sabtu, 7 Juli 2018.
Dengan campur tangan operator, kata Andri, aplikasi ojek online tidak bisa digunakan pada kawasan-kawasan tertentu. “Pengemudi tidak bisa mendapatkan sinyal di titik yang ditentukan,” katanya. “Sehingga mereka tidak akan mendapat order di lokasi itu.”
Menurut Dadang, instansinya telah bertemu dengan operator ojek online. Ada tiga kesepakatan yang bakal diterapkan. “Pengadaan shelter itu dari mereka, membentuk tim yang terdiri atas perwakilan Karang Taruna, dan adanya koordinator lapangan dan komunitas,” katanya.
Dengan adanya kesepakatan itu, kata Dadang, komunitas ojek online nantinya bisa menertibkan pengemudi agar tidak parkir di tempat terlarang. Sedangkan pembentukan shelter dibutuhkan agar pengemudi memiliki tempat mangkal untuk menunggu orderan penumpang. “Operator ojek online bertanggung jawab terhadap penataan ojek online,” ujar Dadang.
Dadang menambahkan, hingga saat ini pemerintah Depok tidak memiliki data pengemudi ojek online. “Kalau data dari operator ada 15 ribu pengemudi,” katanya. “Yang aktif sekitar 7.000.”