Nur Mahmudi Ismail Tersangka Korupsi, Penjelasan Mantan Wakilnya
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Ali Anwar
Senin, 3 September 2018 09:01 WIB
TEMPO.CO, Depok - Mantan Wakil Wali Kota Depok Muhammad Idris mengatakan kebijakan pembebasan lahan Jalan Nangka, Kecamatan Tapos, langsung ditangani oleh Nur Mahmudi Ismail sebagai Wali Kota Depok.
Baca juga: Kasus Narkoba Richard Muljadi, Bareskrim Peringatkan Polisi Polda
Idris yang kini menjabat Wali Kota Depok periode 2016-2021, mengatakan ketika menjabat Wakil Wali Kota (2011-2016), dirinya tak diberi wewenang menangani pembebasan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka yang dilakukan sejak 2015.
Idris mengakui ada beberapa kebijakan Nur Mahmudi Ismail kala itu yang tidak ditugaskan kepada dirinya untuk menuntaskan. “Walaupun dalam penganggaran di Dewan dan pengesahannya harus ada paraf (Wakil Wali Kota),” kata Idris di kantor DPRD Kota Depok, Jumat, 31 Agustus 2018.
Menurut Idris, keikutsertaannya dalam penandatanganan anggaran merupakan kewajiban dirinyaa sebagai eksekutif yang juga penanggung jawab utama pengguna anggaran daerah. Pada akhir pembahasan anggaran di parlemen, pemerintah dan Badan Anggaran DPRD harus menandatangani berita acara pembebasan.
Meski begitu, ujar Idris, pengelolaan anggaran pembebasan lahan di Jalan Nangka sepanjang 500 meter sebesar Rp 10,7 miliar, itu dikendalikan oleh Nur Mahmudi.
“Tanda tangan (pengelolaan anggaran proyek Jalan Nangka) cuma satu, Wali Kota (Depok),” ucap Idis.
Kepolisian Resor Kota Depok menetapkan Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekretaris Kota Depok Harry Prihanto sebagai tersangka pada Senin pekan lalu karena diduga terlibat dalam korupsi proyek pembebasan lahan Jalan Nangka pada 2013-2015.
Nur Mahmudi Ismail menjabat Wali Kota Depok selama dua periode, yakni pada 2006-2016. Kepala Polres Depok, Komisaris Besar Didik Sugiarto, mengatakan pembebasan lahan semestinya digarap oleh pengembang Apartemen Green Lake View sesuai dengan surat izin yang dikeluarkan Nur Mahmudi pada 2012.
Namun Pemerintah Kota Depok justru menganggarkan pembebasan lahan Rp 10,7 miliar sejak 2013 tapi baru digunakan pada 2015.
Menurut Idris, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2006 tentang Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, pembebasan lahan di Jalan Nangka bisa dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau pengembang apartemen Green Lake View.
Aturan itu telah direvisi menjadi Perda Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan dan IMB.
Dia lantas menerangkan bahwa pelebaran jalan sempat terhambat kepemilikan lahan oleh warga, sehingga harus dibebaskan secara keseluruhan. Penggunaan anggaran pun akhirnya tertunda, meski sudah dikucurkan pada 2013.
Namun, dalam APBD Kota Depok 2015 tidak terdapat alokasi khusus untuk pembebasan lahan di Jalan Nangka. Berbeda dengan pengadaan tanah untuk simpang Jalan Raden Saleh dan simpang Jalan Kemakmuran-Tole Iskandar yang disebutkan secara detail dalam anggaran daerah yang totalnya sekitar Rp 6,9 miliar.
Idris mengungkapkan, untuk pelebaran Jalan Nangka era Nur Mahmdi Ismail digunakan mata anggaran Penyediaan Lahan untuk Infrastruktur dan Sarana-Prasarana Bidang Jalan dan Jembatan dalam APBD 2015. Dalam website bkd.depok.go.id disebutkan bahwa anggarannya Rp 27,035 miliar. Kemudian pada APBD Perubahan 2015, anggaran ditambah menjadi Rp 33 miliar. “Anggaran ditambah untuk mengatasi kemacetan di Jalan Nangka.”