Ini 5 Isu Polemik Panas Anies Baswedan dan Prasetio Edi Marsudi
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 15 November 2018 12:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi kembali kembali terlibat polemik panas ihwal Pasar Tanah Abang. Terjadi saling sindir dalam beberapa hari terakhir.
Isu seputar pasar busana terbesar di Asia Tenggara itu memang bukan pertama kali ini memicu polemik antara Gubernur Anies Baswedan dan dan Ketua DPRD DKI Prasetio.
Polemik terbaru membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Prasetio mengatakan, Jokowi tidak berani lagi membawa tamunya ke Tanah Abang lantaran kumuh. Anies dan jajarannya dinilai tidak serius menangani pedagang di sana.
Baca : Dikritik Anies Baswedan Sering Kunker, Ketua DPRD DKI: Saya Gak Tersinggung..
Anies lantas membantah penilaian Prasetio dengan menyindir kegiatan kunjungan kerja (Kunker) anggota dewan dari PDIP itu. “Kebanyakan kunker, jadi lupa sama Jakarta,” ucap Anies, Selasa lalu.
Selama setahun terakhir, beberapa isu memantik polemik panas antara keduanya. Tempo merangkum, setidaknya ada lima isu yang panas antara pimpinan eksekutif dengan pimpinan legislatif Ibu Kota itu.
1. Rapat Paripurna Istimewa
Sejak awal pemerintahan, Anies telah disambut "garang" oleh Prasetio ihwal urgensi Rapat Paripurna Istimewa. Prasetio kukuh menganggap rapat menyambut Anies-Sandi tidak perlu digelar lantaran tak ada aturan yang mewajibkan.
<!--more-->
Di sisi lain, rapat paripurna menjadi penting bagi Anies-Sandi untuk menjalin kerjasama dengan legislatif DKI. Saat itu, setiap kali ditanya tentang pogram, Anies mengatakan bakal bicara jika rapat telah dilaksanakan.
Di masa itu, Prasetio sempat menggelar coffee morning di rumah dinasnya, Jalan Imam Bonjol 37 Jakarta Pusat. Anies hadir ke sana bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah DKI.
"Ini pertemuan hangat dan menyenangkan. Ini menjadi awal yang baik untuk semuanya," ujar Anies, 6 November 2017.
2. Penutupan Jalan Jatibaru Raya
Ketika Anies menutup Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, dan mengizinkan PKL berjualan di atasnya, Prasetio protes. Kebijakan itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
"Ini menjadi contoh buruk dalam penataan Ibu Kota. Kalau di Tanah Abang solusinya seperti itu bukan tidak mungkin di wilayah-wilayah lain PKL akan mengokupasi jalan dan meminta diizinkan oleh Gubernur,” kata Prasetio, Ahad, 24 Desember 2017.
Simak : Politikus PDIP: Tanah Abang Kumuh, Jokowi Ogah Bawa Tamu ke Sana
Namun, Anies tak mengindahkan protes Prasetio. Termasuk ketika Satlantas Polda Metro Jaya dan Ombudsman memberi penilaian yang sama. Bahkan, Anies juga tidak membuka Jatibaru saat kelompok sopir angkot menggugat kebijakannya.
3. Pembangunan Skybridge
Masih di Tanah Abang, polemik antara Anies dan Prasetio kembali muncul karena pembangunan skybridge. Prasetio menilai Jembatan Penyeberangan Multiguna itu mirip kandang. Kesemrawutan di pasar itu juga diperkirakan tidak bakal teratasi.
"Memang enggak ada PKL lagi di bawah? Ada lagi PKL, pasti ada PKL. Problema baru lagi" katanya, Senin 12 November 2018.
<!--more-->
Prasetio mengatakan ada cara lebih baik menangani kesemerawutan di Tanah Abang ketimbang skybridge. Yaitu, membangun tunnel dari stasiun menuju Blok G. Anies hanya meminta Prasetio objektif. "Jangan terlalu bersemangat untuk menjelekkan," ucap Anies, Rabu, 17 Oktober 2018.
4. Becak di Jakarta.
Sesuai janji kampanye, Anies berupaya mengembalikan becak ke Ibu kota. Anies menjamin angkutan yang dilarang dalam Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2007 itu tak bakal mengganggu lalu lintas. Anies berujar akan mengatur pengemudi becak, termasuk wilayah operasinya.
Dalam beberapa kesempatan, Prasetio menyampaikan rencana mengembalikan becak sebagai langkah mundur. Selain itu, Prasetio menilai pekerjaan menarik becak tidak manusiawi. Prasetio mengatakan bakal menolak merevisi Perda Nomor 8 Tahun 2007. "Becak? Tidak akan saya kasih," ujarnya, Rabu, 10 Oktober 2018.
5. Pertanggungjawaban APBD DKI 2017
Pembahasan ihwal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD DKI tahun 2017 pada Juli lalu berjalan alot. Prasetio sempat menolak mengesahkan draf lantaran jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 2017 Rp 13,16 triliun dinilai terlampau tinggi.
Baca juga :
Ketua DPRD DKI: Ide Proyek Skybridge Tanah Abang Sudah Ada Sejak Zaman Ahok
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI disebut Prasetio gagal merealisasikan anggaran. Dia menyoroti 41 lelang program SKPD DKI yang gagal terlaksana.
Anies Baswedan menyebut alasan Prasetio Edi Marsudi menolak mengesahkan mengada-ada. "Saya rasa prosesnya ini sudah politis, sebenarnya ini menjadi proses yang teknokratis," ucap Anies, Jumat, 20 Juli 2018.