Besaran Bisa Dinego, Ini Lima Fakta Pungli Sertifikat Tanah
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ninis Chairunnisa
Jumat, 8 Februari 2019 11:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Satu per satu warga mengungkap adanya praktik pungutan liar dari pembagian sertifikat tanah untuk rakyat yang diprogramkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Naneh, 60 tahun, warga Kelurahan Grogol Utara, mengaku dimintai sejumlah uang bernilai jutaan oleh salah satu pengurus RW.
Pengurus RW yang bersangkutan, Mastur, mengakui adanya pungutan dalam Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) untuk warganya. Ia menyebut uang ini untuk uang lelah. "Tapi sifatnya sukarela. Mau memberikan boleh, tidak juga tak apa," kata Mastur saat ditemui Tempo di rumahnya, Rabu, 6 Februari lalu.
Baca: Penjelasan BPN soal Pungutan Uang Lelah Sertifikat Tanah
Kemudian, seorang warga Jatinegara turut menguak adanya praktik pungli. Ia adalah SU, warga RW 15 Kelurahan Jatinegara. Dihimpun Tempo, berikut ini fakta-fakta soal pungli dalam program PTSL.
- Nominal yang berbeda
Masing-masing warga dimintai pungutan liar dengan nominal berbeda. Di Grogol Utara, warga penerima program sertifikat gratis dimintai uang lelah Rp 3 juta. Naneh mengaku besaran nominal itu berlaku untuk seluruh warga di kelurahannya.
Sedangkan di Jatinegara, angka upah lelah lebih tinggi. SU mengaku dimintai uang sampai Rp 7 juta. Uang itu diminta setelah sertifikatnya diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
selanjutnya besaran pungli bisa dinego
<!--more-->
- Besaran pungli bisa dinego
SU mengatakan besaran nominal pungli yang diminta pengurus RW kepada warga bisa dinego. Semula, ia menyebut dipatok nominal Rp 7 juta. Namun, lantaran keberatan, pengurus RW menurunkan upah lelah menjadi Rp 5 juta.
Kondisi berbeda terjadi di Grogol Utara. Naneh mengatakan tak ada negosiasi sama sekali antara dia dan pengurus RW. "Mereka bilang bayaran ini wajib. Semua warga juga bayar, katanya," ujar Naneh.
Baca: Camat Pamulang Ancam Petugas yang Pungli Sertifikat Gratis Jokowi
- Tanpa peruntukan yang jelas
Menurut sejumlah warga, pengurus RW tak menyebut peruntukan yang jelas saat menarik uang tersebut. Rata-rata disebut hanya mengaku untuk uang bayaran agar sertifikat cepat turun. Setelah membayar, warga yang menyerahkan uang tak menerima kuitansi atau bukti pembayaran lain.
Dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017; 590-3167A Tahun 2017; dan 34 Tahun 2017, warga sebenarnya boleh secara kolektif membayar biaya kelengkapan dokumen kepada pengurus RW. Namun, untuk area Jawa dan Bali, besarannya tak boleh lebih dari Rp 150 ribu.
selanjutnya ada penahanan sertifikat
<!--more-->
- Ada penahanan sertifikat tanah
Sekitar 100 sertifikat tanah warga Grogol Utara, Jakarta Selatan belum diberikan kepada pemiliknya. Lurah Grogol Utara, Jumadi, sebelumnya mengatakan ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Di antaranya salah ketik dan sengketa. ada juga yang status tanah penerima ialah tanah eks desa.
Jumadi berdalih, sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 239 Tahun 2015 tentang tata cara pengelolaan tanah eks desa, warga harus membayar pajak restribusi dulu.
Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Harison Mocodompis mengatakan penerbitan sertifikat tanah bukan langkah abal-abal. Ia mengatakan persoalan sengketa hingga status tanah telah kelar saat proses presertifikasi berlangsung. Sedangkan sertifikat yang salah ketik jumlahnya tidak masif.
Baca: Pungli Sertifikat Tanah, Sofyan Djalil Minta Warga Lapor Polisi
- Warga bingung melaporkan praktik pungli
Warga korban pungli, Naneh dan SU, sama-sama mengaku kebingungan hendak melapor ke mana. "Saya enggak tahu lapor siapa," kata dia saat ditemui Tempo.
Begitu juga dengan SU. Ia maju-mundur untuk membawa perkara pungli sertifikat tanah ini ke yang berwenang. "Jadi saya harus lapor polisi atau tidak?" ujarnya yang mengaku sudah mengumpulkan sejumlah barang bukti.