Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid (tengah) bersama Forum Aktivis Hak Asasi Manusia memberikan keterangan kepada awak media terkait peringatan 33 tahun peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok, di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, 11 September 2017. Dalam peringatan ini PAHAM mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan peristiwa Tanjung Priok, yang menyebabkan sebanyak 55 orang luka berat, 24 orang meninggal, puluhan orang masih hilang hingga kini dan menghapus impunitas.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta- Amnesty International Indonesia tengah mendalami penyebab kematian korban tewas dalam kerusuhan 22 Mei 2019, terutama para korban tewas yang belum teridentifikasi. "Yang juga sedang kami kerjakan saat ini berkaitan dengan semblan korban tewas," ujar Direktur Amnesty Usman Hamid saat ditemui di Polda Metro Jaya hari ini, Selasa, 9 Juli 2019.
Menurut dia, baru empat korban tewas tertembak yang sudah teridentifikasi jenis dan peluru senjata yang digunakan oleh pelaku, seperti peluru di jenazah Harun Al Rasyid dan Abdul Azis. Sedangkan korban tewas akibat tertembak lainnya, yaitu Muhamad Reyhan Fajari, Bhatiar Alamsyah, Adam Nooryann Widianto Riski, Farhan Syavero, dan Sandro belum teridentifikasi senjata yang digunakan pelaku.
Usman menuturkan bahwa Amnesty membuka seluruh peluang kemungkinan yang terjadi, seperti pelaku penembakan dari Kepolisian hingga pihak ke tiga yang menyelinap dalam kerusuhan 22 Mei 2019. Usman mengatakan hal ini lanjutan dari hasil investigasi Amnesty International Indonesia soal dugaan pelanggaran HAM dalam kerusuhan 22 Mei. Saat ini Amnesty International masih mengumpulkan data dan keterangan. "Nanti kalau sudah rampung akan kami umumkan."