TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Security Lab mengungkap adanya pengadaan alat sadap oleh lembaga pemerintah dan swasta di Indonesia melalui Singapura sepanjang 2019 hingga 2021. Data tersebut diperoleh dalam bocoran dokumen pengiriman perangkat teknologi spionase dan spyware ke Indonesia.
Salah satu lembaga yang diduga melakukan pengadaan teknologi itu adalah kepolisian melalui Staf Logistik Polri. Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, pengadaan alat tersebut tetap harus terbuka kepada publik.
Baca Juga:
Menurut dia, itu sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengadaan Alat Material Khusus di Lingkungan Polri. “Semua harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan sesuai rencana umum pengadaan Polri,” ujar Bambang saat dihubungi, Selasa, 7 Mei 2024.
Menurut Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2015, pengadaan alat material khusus (almatsus) dilaksanakan dengan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel. Klasifikasi almatsus terdiri dari transportasi operasional, forensik, persenjataan, penginderaan, teknologi informasi dan komunikasi, serta transnational crime.
Pada prinsip transparan ditegaskan, semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang atau jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang atau jasa serta masyarakat pada umumnya. Definisi almatsus dalam aturan tersebut adalah peralatan yang digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh kapolri.
Bambang Rukminto mengatakan, almatsus mesti dibedakan dengan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang memiliki aspek kerahasiaan untuk menjaga kedaulatan negara. “Peralatan untuk fungsi keamanan tentunya berbeda dengan untuk fungsi pertahanan negara,” tuturnya.
Menurut laporan Majalah Tempo edisi 5 Mei 2024, Amnesty International Security Lab mencatat ada 19 alat sadap yang dibelanjakan dan diantar ke kantor Staf Logistik Polri di Jakarta Timur pada 15 Juli 2021. Pengiriman dilakukan oleh ESW Systems PTE, perusahaan yang berkantor di Singapura. Nilai impor peralatan teknologi itu mencapai US$ 10,87 juta atau sekitar Rp 158 miliar sesuai kurs saat itu.
Tempo telah berupaya mengonfirmasi soal pengadaan alat sadap ini kepada Markas Besar Polri dengan mengirimkan surat permohonan wawancara. Kemudian Markas Besar Polri mengirim jawaban tertulis melalui Kepala Biro Pengelolaan Informasi dan Data Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Tjahyono Saputro pada Jumat, 3 Mei 2024.
“Bahwa informasi yang diminta mengenai penggunaan teknologi surveilans pada Polri merupakan salah satu informasi yang dikecualikan di lingkungan Polri,” tulis Tjahyono.
Landasan pengecualian informasi itu merujuk pada Keputusan PPID Polri Nomor: KEP/21/IV/H.U.K/2021 tanggal 30 April 2021 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan terkait dengan Alat Material Khusus (Almatsus) Polri di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bambang Rukminto menuturkan, pengadaan alat sadap keamanan sebagai informasi yang dikecualikan tidak memiliki landasan aturan yang sama dengan pengadaan alat pertahanan. Alasannya karena aturan tetap merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2015 sebagai aturan yang di atas Keputusan PPID Polri Nomor: KEP/21/IV/H.U.K/2021 tanggal 30 April 2021.
Dalam keadaan ini, dia melihat ada persoalan dalam penerapan regulasi. “Akibatnya peraturan bisa disesuaikan dengan kebutuhan,” katanya.
Alat sadap bisa digunakan oleh aparat penegak hukum untuk penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Namun penggunaannya pun mesti melalui izin ketua pengadilan negeri setempat.
Pelaksanaan penyadapan oleh kepolisian juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penyadapan pada Pusat Pemantauan Polri. Bambang mengatakan aturan itu sebagai petunjuk pelaksanaan bagi penyelidik dan penyidik yang menangani suatu kasus.
Namun penggunaannya mesti dapat dipertanggungjawabkan agar tidak disalahgunakan. “Semua juga harus memenuhi ketentuan penghormatan pada hak asasi warga negara,” ucap dia.
M. FAIZ ZAKI | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Cara Kerja IMSI Catcher, Alat Sadap yang Diduga Diimpor oleh Mabes Polri dari Singapura