Disebut Terima Rp 7 Miliar, Pengacara Napoleon Bonaparte: Bawa Sini Duitnya

Selasa, 29 September 2020 15:19 WIB

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte bersama tim kuasa hukum usai praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 28 September 2020. TEMPO/ Achmad Assegaf

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara dari Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka enggan menanggapi panjang lebar soal tudingan Tim Divisi Hukum Mabes Polri yang menyebut kliennya menerima uang Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra untuk menghapus red notice.

"Kalau urusan duit itu, duitnya bawa sini deh. Saya enggak mau tanggapi. Kalau narasi, cerita, aduh saya enggak mau tanggapi. Duitnya mana? Itu saja," kata Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 29 September 2020.

Baca Juga: Kronologi Suap Rp 7 Miliar dari Djoko Tjandra kepada Irjen Napoleon Bonaparte

Menurut Gunawan, versi uang dari Djoko Tjandra yang diterima oleh kliennya juga beragam. Contohnya, kata dia, sebanyak Rp 10, 3, atau 7 miliar. Namun menurut dia, penyidik tidak pernah menunjukkan uang tersebut. "Saya enggak mau tanggapi. Itu katanya-katanya," ujar dia.

Dalam sidang praperadilan, Tim Divisi Hukum Mabes Polri menyebut bahwa Napoleon menerima uang Rp 7 miliar secara bertahap atas jasanya menerbitkan surat-surat untuk menghapus red notice Djoko Tjandra. Uang diterima dalam bentuk Dolar Amerika dan Singapura. Duit tersebut diterima mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu melalui Tommy Sumardi.

Advertising
Advertising

"Walaupun pemohon menyangkal tidak menerima uang yang telah diberikan, patut dipertanyakan kembali atas prestasi pemohon menerbitkan surat-surat itu sampai dengan perbuatan itu menguntungkan pihak pemberi suap, yakni Joko Soegiarto Tjandra," kata Mabes Polri.

Dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ini, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka. Selain Napoleon Bonaparte, tersangka lain adalah Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi sebagai pemberi suap. Kemudian Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai penerima suap, sama seperti Napoleon.

Tidak terima atas dirinya ditetapkan sebagai tersangka suap, Napoleon mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengacara Napoleon menyebut penetapan tersangka itu cacat hukum. Mereka yakin bahwa Mabes Polri tidak memiliki barang bukti.

“Pemohon juga meyakini bahwa termohon belum dapat memenuhi alat bukti yang cukup sebagaimana Pasal 184 ayat 1 KUHP apabila dikaitkan dengan pasal-pasal tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon,” ujar pengacara Napoleon, Putri Maya Rumanti saat membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 28 September 2020.

Berita terkait

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

4 hari lalu

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

Meksiko sebelumnya telah mengajukan banding ke ICJ untuk memberikan sanksi kepada Ekuador karena menyerbu kedutaan besarnya di Quito.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, KPK: Bukan Keputusan Kolektif Kolegial Pimpinan

10 hari lalu

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, KPK: Bukan Keputusan Kolektif Kolegial Pimpinan

Tindak lanjut laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukan Nurul Ghufron diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas KPK.

Baca Selengkapnya

Dugaan Pemerasan oleh Jaksa KPK, Pemeriksaan LHKPN Selesai Bulan Depan

12 hari lalu

Dugaan Pemerasan oleh Jaksa KPK, Pemeriksaan LHKPN Selesai Bulan Depan

Menurut Albertina, KPK menerima laporan dari masyarakat Lampung Utara perihal dugaan gratifikasi atau suap yang dilakukan Jaksa KPK itu.

Baca Selengkapnya

KPK dan Dewas Anggap Tak Ada Kejelasan Perkara atas Pelaporan Suap oleh Jaksa TI Sehingga Tak Dilanjutkan

14 hari lalu

KPK dan Dewas Anggap Tak Ada Kejelasan Perkara atas Pelaporan Suap oleh Jaksa TI Sehingga Tak Dilanjutkan

KPK menilai pelaporan dugaan pemerasan Jaksa KPK berinisial TI terhadap saksi senilai Rp 3 miliar sejauh ini tak memiliki kejelasan perkara.

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

17 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

23 hari lalu

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

Dua pengacara Tim hukum Prabowo-Gibran, OC Kaligis dan Otto Hasibuan jadi pembela Sandra Dewi, istri Harvey Moeis dalam kasus korupsi tambang timah

Baca Selengkapnya

Eks Bupati Cirebon Dapat Remisi Lebaran, Ini Kasus Korupsi Sunjaya Purwadisastra Terima Suap Rp 66 Miliar

24 hari lalu

Eks Bupati Cirebon Dapat Remisi Lebaran, Ini Kasus Korupsi Sunjaya Purwadisastra Terima Suap Rp 66 Miliar

Sunjaya Purwadisastra mendapat remisi dari Lapas Sukamiskin. Ini kilas balik kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Cirebon itu.

Baca Selengkapnya

6 Menteri Langsung Mundur Gara-gara Jam Tangan Rolex Presiden Peru, Ini Profil Dina Boluarte

31 hari lalu

6 Menteri Langsung Mundur Gara-gara Jam Tangan Rolex Presiden Peru, Ini Profil Dina Boluarte

Presiden Peru disorot rakyatnya karena gunakan jam tangan Rolex. Enam menteri langsung mundur. Ini profil Dina Boluarte.

Baca Selengkapnya

Sekretaris MA Hasbi Hasan Divonis 6 Tahun Penjara dalam Kasus Suap Pengurusan Perkara Rp 11,2 miliar

32 hari lalu

Sekretaris MA Hasbi Hasan Divonis 6 Tahun Penjara dalam Kasus Suap Pengurusan Perkara Rp 11,2 miliar

Vonis terhadap Hasbi Hasan ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara 13 tahun delapan bulan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Rp 8,6 Miliar Eks Kabasarnas Henri Alfiandi, Kuasa Hukum Sebut Dana Komando Sudah Berjalan Lama

32 hari lalu

Kasus Suap Rp 8,6 Miliar Eks Kabasarnas Henri Alfiandi, Kuasa Hukum Sebut Dana Komando Sudah Berjalan Lama

Kuasa hukum eks Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi mengatakan sistem dana komando sudah berjalan lama. Dinikmati oleh berbagai pihak.

Baca Selengkapnya