Jaksa KPK: Eks Dirut Sarana Jaya Tahu Tanah di Munjul Tak Bisa Buat Rumah DP Nol

Editor

Dwi Arjanto

Jumat, 15 Oktober 2021 18:07 WIB

Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021. Dalam pemeriksaan ini Penyidik melakukan perpanjangan penahanan kedua selama 30 hari terhadap Yoory. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur yang dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya tidak bisa dipakai untuk membangun hunian DP Nol rupiah.

Jaksa penuntut umum, Kresno Anto Wibowo, mengatakan terdakwa Yoory C. Pinontoan mengetahui hal tersebut, tapi tetap memerintahkan agar sisa penulasan pembelian lahan dibayarkan.

"Terdakwa mengetahui bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek hunian rumah DP nol rupiah, namun tetap menyetujui pembayaran sisa pelunasan," kata dia dalam surat dakwaannya.

Sidang perdana Yoory dengan agenda pembacaan dakwaan digelar pada Kamis, 14 Oktober 2021. Eks anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu didakwa merugikan negara Rp 152,5 miliiar dalam korupsi tanah di Munjul.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Yoory melakukannya bersama sejumlah pihak lain di antaranya, Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar dan PT Adonara Propertindo.

Advertising
Advertising

Kresno berujar, lahan tersebut berada di zona hijau dan zona kuning. Selain itu, terdapat bidang tanah yang terletak terpisah dan tidak ada akses masuk ke jalan utama.

Tim investasi Sarana Jaya, tutur dia, menyampikan hasil kajian kepada Yoory pada Juni 2019. Kajian itu memuat bahwa 73 persen lahan Munjul yang dibeli Sarana Jaya dari PT Adonara berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan. Hal ini melanggar Pasal 633 Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta.

"Yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan berzonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi rusunami (rumah susun sederhana milik)," jelas dia.

Yoory justru memerintahkan Indra S. Arharrys dan Yadi Robby agar melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa appraisal konsultan penilai pada Juni 2019. Yoory meminta masalah zona hijau dapat teratasi dan nilai tanah disesuaikan dengan harga yang telah dibayar Sarana Jaya.

Sarana Jaya lalu mencairkan pembayaran tahap dua secara bertahap ke rekening Bank DKI atas nama Anja Runtuwene. Nilainya masing-masing Rp 21,79 miliar dan Rp 43,59 miliar.

"Hal ini melanggar ketentuan Pasal 4 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2019 mengenai pengadaan barang dan jasa harus mencapai target dan sasaran yang ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas Kresno ihwal kasus korupsi yang membelit eks Dirut Sarana Jaya itu.

Baca : Fraksi PDIP Tolak Revisi RPJMD: Banyak Target Anies Baswedan Meleset

Berita terkait

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

54 menit lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

5 jam lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Babak Baru Konflik KPK

9 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

10 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

10 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

11 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

14 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

19 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya