Jalan Berdampingan Digitalisasi dan Kios UMKM Jakpreneur
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Juli Hantoro
Senin, 25 Oktober 2021 08:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kios usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM berbentuk trapesium itu berdiri di pinggiran Terowongan Kendal, Jakarta Pusat. Tiga papan tulis terpampang di depan gerai itu. Satu papan di sisi kanan tertera kalimat, “Silakan ditunjuk menunya.” Sementara papan lain yang berukuran lebih kecil menjelaskan maksud pesan itu dengan tulisan, “Saya tuli.”
Ini adalah gerai Difabis Coffe&Tea yang dikelola Baznas Bazis DKI Jakarta. Difabis merupakan singkatan dari Difabel Baznas Bazis. PIC Lapangan Difabis, Hafidh Aulia Rahman, menyatakan setiap harinya gerai ini dijaga oleh penyandang disabilitas.
Difabis memang dibentuk dengan tujuan memberdayakan para difabel. “Serta membuat ruang inklusif buat mereka lebih berkembang lagi,” kata dia saat ditemui di lokasi, Kamis malam, 21 Oktober 2021.
Baznas Bazis bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta untuk mengembangkan Difabis. Difabis terdaftar dalam program Jakpreneur, satu program pencetak pelaku usaha yang dulu bernama Ok Oce.
Hafidh memaparkan, sejak pertama berdiri pada Desember 2020, Difabis resmi menjadi bagian dari Jakpreneur. Pemerintah DKI memfasilitasi pengembangan bisnis anggota Jakpreneur dengan memberi pelatihan, pendampingan, perizinan, pemasaran, pemberian modal, hingga evaluasi.
Pemerintah DKI pertama-tama mendirikan dua gerai Difabis yang terletak di Terowongan Kendal. Setiap harinya orang-orang lalu-lalang di jalan tersebut untuk naik kereta di Stasiun Sudirman ataupun Stasiun MRT Dukuh Atas.
Rata-rata omzet penjualan di gerai Difabis tembus lebih dari Rp 5 juta per bulan. Penghasilan ini berlum ditambah dari penjualan daring yang mencapai Rp 2-3 juta per bulan. Difabis juga membuka lapak di Go-Food, Grab Food, dan Shopee Food sejak Juli 2021.
Pemerintah DKI, lanjut Hafidh, mendorong Difabis merambah bisnis digital. Hafidh mengaku mendapat bekal digitalisasi, seperti marketing online dan pembayaran berbasis cashless. Setelah dilatih dan memantapkan manajemen bisnis, barulah Difabis memulai penjualan daring dan menerapkan kasir online alias cashless.
Menurut dia, Difabis perlu menjual secara offline maupun online. Penjualan di gerai adalah wadah bagi difabel untuk mengembangkan diri. Interaksi dengan pengunjung diyakini bakal menambah rasa percaya diri. Sementara penjualan online memicu para difabel melek teknologi.
“Untuk saat ini kami masih sama-sama membutuhkan gerai dan online juga,” ucap dia.
Difabis menjual aneka minuman dan kue ala kafe, seperti dark chocolate dan kopi. Menurut Hafidh, total ada sembilan penyandang disabilitas yang diberdayakan menjadi penjaga gerai sekaligus peracik kopi. Status mereka adalah sebagai anak magang.
Hafidh menyatakan tiga orang sudah lulus magang dan mendapat pekerjaan di tempat lain. Dua orang bekerja di divisi pendataan PT Pertamina. Satu orang lagi ditempatkan di bagian promosi toko pakaian H&M Senayan.
Batik Koja...