7 Komentar Hotman Paris Usai Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Jumat, 31 Maret 2023 10:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa penuntut umum atau JPU. Eks Kapolda Sumatra Barat atau Sumbar itu disebut telah mengkhianati perintah Presiden.
“Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika,” kata salah satu jaksa saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis 30 Maret 2023.
Sementara itu, Majelis Hakim mengungkapkan akan mengebut persidangan perkara Teddy Minahasa. Perkara tersebut ditargetkan rampung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat awal Mei 2023. Jika vonis tuntutan JPU dikabulkan Majelis Hakim, Teddy Minahasa bakal jadi petinggi kepolisian yang dihukum mati setelah Ferdy Sambo.
Berikut respons Pengacara terdakwa Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra, Hotman Paris Hutapea saat kliennya dituntut hukuman mati.
Tuntutan Mati Teddy Minahasa Sudah Diperkirakan
Hotman Paris Hutapea mengaku sudah memperkirakan bahwa kliennya akan dituntut hukuman berat. Namun salah atau tidaknya, dia menyerahkan sepenuhnya pada putusan hakim.
"Apakah itu nanti bersalah atau tidak itu terserah pada hakim," tutur Hotman Paris.
Naik Darah saat Dengar Tuntutan
Hotman menyampaikan tekanan darahnya naik saat mendengar jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan hukuman mati untuk Teddy.
"Jelas dong kalau dihukum mati, tensi kami agak naik itu wajar, kan pada saat itu masih pikirin klien," ujar dia usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 30 Maret 2023.
Jaksa menganggap Teddy bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dia diduga sebagai inisiator penyisihan lima kilogram sabu. Teddy disebut telah memerintahkan eks Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara untuk menukar sabu dengan tawas.
Dalam persidangan terungkap narkotika tersebut adalah barang bukti 41,4 kilogram sabu yang disita Polres Bukittinggi pada Mei 2022. Kemudian Teddy juga berkomunikasi dengan terdakwa lain bernama Linda Pudjiastuti alias Anita Cepu soal penjualan barang haram itu di Jakarta.
Hotman Paris menuturkan, dirinya telah menerka tuntutan berat untuk kliennya pasca terdakwa Dody Prawiranegara dituntut 20 tahun penjara. Hukuman untuk eks Kapolres Bukittinggi itu adalah yang tertinggi kedua setelah Teddy.<!--more-->
Telah Susun Strategi Pembelaan Pleidoi Teddy
Setelah pembacaan tuntutan hari ini, sidang akan berlanjut untuk mendengarkan pembelaan atau pleidoi Teddy. Hotman berujar telah menyusun strategi pembelaan. Strateginya adalah dengan tetap menyoroti surat dakwaan yang menurutnya harus batal demi hukum.
"Kami nanti akan terutama fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius yang menurut Undang-Undang Hukum Acara tidak boleh dilanggar, akibatnya dakwaan batal demi hukum," kata Hotman.
Pertanyakan Pejabat Kota Bukittinggi Tidak Ada yang Diperiksa
Strategi tersebut bakal diterapkan sampai ke tingkat banding dan kasasi. Karena menurutnya ada saksi yang belum diperiksa dalam kasus ini, seperti para pejabat di Kota Bukittinggi yang hadir saat pemusnahan 35 kilogram sabu di Polres Bukittinggi pada 15 Juni 2022.
Singgung Bukti Sabu yang Disita
Kemudian bukti sabu yang disita dari tersangka lain harusnya dicocokan dengan sabu yang kini disita di Kejaksaan Negeri Agam. Karena Teddy Minahasa tidak yakin sabu yang menjerat dirinya merupakan sabu yang sama di Bukittinggi.
Penggalan WhatsApp Bukan Alat Bukti yang Sah
Pengacara kondang ini juga menganggap penggalan pesan WhatsApp yang hanya ditunjukkan kepada Teddy Minahasa bukanlah alat bukti sah. Menurut dia, semestinya semua pesan Whatsapp ditampilkan di persidangan agar memuat konteks secara menyeluruh.
"Paling fatal adalah pelanggaran Undang-Undang ITE yang mengatakan bahwa bukti chatting harus diforensik dulu baru ditanyakan kepada para saksi," kata Hotman Paris.
"Padahal, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang ITE mengatakan harus utuh, enggak boleh dipenggal-penggal," tutur Hotman Paris.
Dia mempersoalkan lagi adanya foto WhatsApp yang difoto oleh handphone lain dan terlihat jari penyidik. Menurutnya itu bukan sebagai alat bukti yang sah.<!--more-->
Akan Pakai Keterangan Ahli dari Kominfo untuk Perkuat Argumen
Hotman Paris juga akan menyertakan keterangan ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang membuat Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuannya untuk memperkuat argumen bahwa pesan WhatsApp yang ditunjukkan tidak boleh dipenggal-penggal
"Pejabat Kominfo yang ikut membuat UU ITE sudah membuat keterangan tertulis yang akan kita pakai sebagai bukti bahwa chatting yang dipenggal-penggal yang ditanyakan kepada saksi di dalam BAP tidak sah," ujar Hotman Paris.
M FAIZ ZAKI | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: Kejagung Beberkan Alasan Terdakwa Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati