Polusi Udara Jakarta Masih Tinggi Meski ASN WFH, Begini Respons Heru Budi
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Kamis, 31 Agustus 2023 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono blak-blakan soal pertimbangannya menerapkan work from home (WFH) aparatur sipil negara (ASN) 50 persen untuk kurangi polusi udara Jakarta.
“Saya tidak memikirkan basis data yang terpenting adalah polusi di Jakarta ada dan saya harus urus. Masalah penyebabnya, saya nggak pikirin,” kata Heru Budi.
Heru fokus pada upaya penanganan
Heru tak ingin terjebak pada penyebab polusi udara Jakarta, melainkan fokus pada upaya menangani masalah tersebut. “Kita urus semuanya. Penyebab, tinggal persentasenya tapi saya nggak pusing dengan itu, yang penting polusi harus kita turunkan dengan segera,” ujarnya.
WFH ASN paling mudah dijangkau
Heru Budi pun menjelaskan pertimbangannya mengambil kebijakan WFH bagi ASN DKI Jakarta. Kebijakan ini diambil karena WFH ASN DKI dinilai yang paling mudah dijangkau dan cepat untuk bisa diterapkan, karena berada di bawah kewenangannya.
“Kenapa Pemda DKI work from home, kan kalau ditanya, prosentase untuk menurunkan polusi kecil? Iya tapi kan aksi kita,” ucapnya.
Menurutnya, WFH 50 persen yang dilakukan Pemprov DKI memberikan dampak pada penurunan jumlah kendaraan di jalanan Jakarta sebesar 1,6 persen sampai dengan dua persen. “Turunnya kendaraan kurang lebih dua persen, menimbulkan nilai positif kemacetan turun empat persen,” ujar Heru.<!--more-->
Heru menjelaskan kemacetan merupakan runtunan dari proses pembentukan polusi. Pada kondisi macet, kendaraan yang berhenti dengan mesin terus menyala tetap menghasilkan emisi sehingga menyebabkan kualitas udara menjadi buruk.
“Kalau ditanya kenapa WFH, ya yang paling dekat dan yang tercepat itu. Mau saya, semua mengikuti dengan kemampuan dan perhitungan masing-masing. Yang pebisnis dia bikin, misalnya dia dagang, ya mungkin dia masuknya bisa jam 10, atau karyawannya bisa shift,” kata dia.
Dengan begitu, akan ada pengurangan jumlah kendaraan yang melintas di Jakarta yang berasal dari para pekerja tersebut. Heru memberi contoh, bila ada 20 orang WFH ada kemungkinan dua mobil tidak jalan.
“Saya ingin tahu kalau Jakarta itu kendaraannya turun drastis untuk WFH, polusi turun nggak?” ucap dia.
Pemerintah akan cari penyebab lain jika WFH tak efektif
Apabila sudah dilakukan WFH 100 persen, tetapi polusi udara masih tidak turun juga, pemerintah akan menyisir lagi penyebab lain. "Jadi, saya ingin membuktikan,” katanya.
Upaya tercepat untuk menurunkan polusi udara, kata Heru, hanya dengan mengurangi jumlah kendaraan bermotor lewat WFH.
“Mau nuruin polusi dalam satu minggu, dari mana? Nanam pohon? Nggak juga. Pakai Masker? Nggak juga. Ya itu, kendaraan turunin,” tuturnya. “Pabrik kita stop nggak bisa juga. Karena dia perlu makan, perlu mensuplai. PLTU kita stop, mati listrik. Coba. Satu-satunya ya ini. Tanpa mengurangi kegiatan ekonomi."<!--more-->
Heru Budi minta jangan salahkan DKI jika masih macet meski sudah WFH
Namun, meski kebijakan WFH bagi ASN DKI Jakarta sudah berlaku, tapi jalanan Ibu Kota tetap macet. Heru Budi menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tak bisa disalahkan atas kemacetan tersebut.
“Ya jangan salahin Pemda (Pemerintah Daerah), maksudnya bersama-sama. (Jumlah ASN) Pemda (DKI) kan hanya 25 ribu, pergerakan manusia di Jakarta itu 25 juta,” katanya di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Rabu, 23 Agustus 2023.
Harap seluruh sektor ikut WFH
Dia pun menyarankan seluruh pihak, tidak hanya ASN untuk mencoba menerapkan WFH selama tiga hari, yaitu Jumat-Ahad beraktifitas dari rumah, sehingga jumlah kendaraan yang melintas berkurang. Tujuannya, untuk melihat pergerakan polusi udara.
“Berhenti semua, libur gitu ya, kan Sabtu, Minggu udah libur kecuali mau beribadah, ke rumah sakit. Ya kalau mau keluar, sekitar-sekitar rumah saja yang mau belanja. Kalau saya, ini kan guyon, bercandaan Bapak Heru” kata dia.
Heru akan evaluasi WFH
Heru Budi menuturkan, pihaknya akan mengevaluasi penerapan WFH 50 persen khusus bagi ASN DKI ini pada Senin mendatang. Selain karena macet, dia juga mempertimbangkan kritikan sejumlah pihak bahwa WFH tak berdampak pada perbaikan kualitas udara.
“Ya nanti kami evaluasi,” ucap Kepala Sekretariat Presiden ini.<!--more-->
Heru Budi ajak PLTU gunakan gas
Sementara itu, untuk PLTU yang masih menggunakan batu bara, Heru Budi mengajak untuk menggunakan gas sebagai bahan bakar alternatif guna menekan polutan yang dihasilkan.
“Ya sudah dicoba aja (pakai gas). Kapan kita bersepakat semuanya, Jumat, Sabtu, Minggu kendaraan kalau bisa WFH. Ternyata polusinya nggak turun, Senin, Selasa, Rabu, PLTU Suralaya pakai gas,” ujar Kepala Sekretariat Presiden itu.
Heru Budi juga menyampaikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Suralaya telah mendapatkan sertifikasi ISO (International Organization for Standardization) bahkan sudah mengikuti standar-standar internasional dan dipatuhi.
“Mereka (PLTU Suralaya) dikontrol terus sama organisasi internasional, saya gak tau lah (namanya), ada lembaga internasional yang ngawasin itu. Menurut Pak Dirut, itu aman (gas buangan),” kata Heru Budi kepada TEMPO di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 25 Agustus 2023.
Hal tersebut disampaikan Heru menjawab adanya dugaan PLTU sebagai penyumbang polusi udara Jakarta yang belakangan ini masih terus meningkat. “Makanya daripada kita berdebat gini, kita jalanin aja 2-3 hari, kenapa sih? Mau work from home (WFH), Jumat, Sabtu, Minggu. Oh ternyata nggak turun. Oh berarti industri,” ujarnya.
Apabila WFH tak berdampak, maka industri patut dicurigai
Menurutnya, apabila upaya itu sudah dilakukan, tetapi polusi masih belum turun, maka industri patut dicurigai sebagai sumber polusi udara Jakarta. “Oh ini berarti dari industri. Ya kalau musim kemarau harusnya jangan pakai batu bara, pakai gas. Harusnya, kalau menurut saya tapi kan nanti dari sisi nilai operasinya tinggi nggak?,” ujarnya.
Tidak menampik, Heru mengakui bahwa masalah infrastruktur masih menjadi kendala. Mengingat untuk membangun jaringan gas prosesnya cukup rumit.
MUTIA YUANTISYA
Pilihan Editor: Heru Budi Wajibkan Gedung Tinggi Pasang Water Mist Generator, Lebih Efektif dari Penyiraman Jalan?