LPSK Jangkau 18 Saksi Korban Kekerasan Polisi dalam Kasus Afif Maulana
Reporter
Defara Dhanya Paramitha
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 15 Juli 2024 15:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berupaya menjangkau 18 saksi korban kekerasan polisi dalam kasus Afif Maulana. Afif merupakan bocah berusia 13 tahun yang diduga tewas karena penyiksaan oleh polisi.
“Insyaallah semua korban sedang kami jangkau,” ujar Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas ketika dihubungi, Senin, 15 Juli 2024.
Sejauh ini, LPSK masih melakukan penelaahan berupa asesmen psikologis terhadap saksi korban dari permohonan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang selaku kuasa hukum keluarga korban. "Ini kami masih melakukan asesmen psikologi bagi para saksi korban," kata Susi, Sabtu, 13 Juli 2024.
Susi belum dapat memastikan kapan proses itu selesai karena tergantung asesmen yang dilakukan oleh psikolog dan kondisi anak korban. Masing-masing anak bisa memerlukan waktu berbeda sehingga LPSK tidak bisa menargetkan kapan asesmen ini rampung. "Semua tergantung proses asesmen antara psikolog dengan anak korbannya," ucap Susi.
Setelah mendapatkan hasil asesmen psikologi, LPSK baru bisa memutuskan untuk memberikan status terlindung dalam kasus ini. "Tapi jika ada kebutuhan perlindungan dan pendampingan segera, bisa kami berikan secara darurat," katanya.
Sebelumnya, Direktur LBH Padang Indira Suryani menyatakan telah berkoordinasi dengan LPSK untuk melindungi 18 saksi yang juga menjadi korban kekerasan polisi di Polsek Kuranji. Permohonan itu telah dilayangkan pada 26 Juni 2024. Namun, Indira menyebut pihak LPSK terlalu birokratis sehingga mereka belum juga memberi perlindungan.
“LPSK terlalu birokrasi, harus lebih gerak cepat menyelamatkan, memberikan perlindungan,” ujar Indira saat ditemui Tempo di Jakarta, pada Kamis, 4 Juli 2024.
Indira mengatakan LPSK mempertanyakan surat kuasa hukum terhadap saksi-saksi lain dalam kasus ini. “Dia bilang kami, kan, yang lain enggak kasih surat kuasa ke LBH, yang kasih kuasa kan cuma keluarga Afif, lalu keluarga dua anak lainnya,” tuturnya.
Menurut dia, terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini. Maka dari itu, dia berharap LPSK tidak memperlakukan tragedi Jembatan Kuranji ini seperti kasus biasa.
“Lalu saya bilang, kalau misalnya LPSK cuma kasih perlindungan ketiga anak lain, tidak yang 18 ini tidak, maka tidak akan terbongkar kasusnya. Jadi jangan kayak gitu, ini kasus HAM, jangan disama-samain dengan kasus biasa,” kata Indira.
INTAN SETIAWANTY
Pilihan Editor: Dugaan Kesaksian Palsu Aep dan Dede di Kasus Vina Cirebon, Bareskrim Polri Kumpulkan Keterangan