Dituding Menguasai Hutan yang Diklaim Konsesi PT TPL, Ketua Komunitas Adat Divonis 2 Tahun Bui dan Denda Rp 1 Miliar

Kamis, 15 Agustus 2024 08:07 WIB

Sorbatua Siallagan dinyatakan bersalah telah menduduki kawasan hutan dan membakar hutan negara yang diklaim konsesinya PT TPL. Putusan dibacakan di persidangan yang digelar PN Simalungun. Foto: Istimewa

TEMPO.CO, Medan - Majelis hakim Pengadilan Negeri Simalungun menyatakan Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan Sorbatua Siallagan bersalah telah menduduki kawasan hutan dan membakar hutan negara yang diklaim konsesinya PT Toba Pulp Lestari atau PT TPL. Sorbatua divonis dua tahun bui, denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan.

Persidangan diiringi ritual adat, tabur bunga, dan orasi dari Aliansi Gerak Tutup TPL di depan gedung pengadilan. Ada juga papan bunga bertuliskan: turut berduka cita atas matinya keadilan di negara ini dan terima kasih kepada hakim atas nilai keadilan untuk masyarakat adat.

Sorbatua didakwa menduduki kawasan hutan dan membakar hutan negara. Melalui nota pembelaannya, Sorbatua membantah. Menurutnya, tanah itu merupakan wilayah adat Ompu Umbak Siallagan yang sudah dikuasai dan diusahai 11 generasi. Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) sebagai kuasa hukum tidak menerima putusan tersebut.

Salah satu tim advokasi, Nurleli Sihotang, mengapresiasi hakim Agung Corry Laia yang melakukan perbedaan pendapat atau disenting opinion bahwa Sorbatua harusnya bebas. Alasannya, perkara ini masalah sengketa lahan yang secara administrasi harus diselesaikan dulu konfliknya. "Perjuangan ini masih panjang..." kata Nurleli, Kamis, 14 Agustus 2024.

Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua, merasa kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya, ini kelalaian negara yang belum mengesahkan kebijakan agar mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. "Bapakku dikriminalisasi, kami keluarga akan tetap melawan," ujarnya.

Advertising
Advertising

Pada 2019, Sorbatua dan beberapa komunitas masyarakat adat pernah bertemu langsung Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar. Saat itu, Siti mengeluarkan surat keputusan tentang penyelesaian konflik antara masyarakat adat dan PT TPL. Namun, sampai hari ini belum juga dilaksanakan. Sorbatua dan keturunan Ompu Umbak Siallagan akan terus mempertahankan wilayah adatnya dari rampasan PT TPL.

Lagi-lagi Kriminalisasi

Aliansi Gerak Tutup TPL dalam orasinya menyebut polisi melakukan kriminalisasi kepada masyarakat adat. Selain Sorbatua, pada 22 Juli 2024, lima warga yaitu Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Giofani Ambarita, Parando Tamba dan Dosmar Ambarita pun merasakan hal yang sama.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Simalungun yang juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Sorbatua, Yoyok Adi Syahputra menjawab, persidangan sesuai KUHAP dan pembebasan Sorbatua berada di tangan hakim. Dia menuntut Sorbatua dengan empat tahun penjara, denda Rp 1 miliar atau menjalani enam bulan penjara.

TAMAN menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi bahan dakwaan sudah dicabut dan tidak berlaku lagi. Tim kuasa hukum pun mendaftarkan gugatan pra peradilan terkait sah atau tidaknya penangkapan lima masyarakat adat ke PN Simalungun.

"Mereka diculik, ditendang, dipukuli bahkan disetrum saat penangkapan. Ini tidak sesuai prosedur penangkapan seseorang, tidak ada surat penangkapan dan dilakukan dini hari. Kami ingin ini ditindaklanjuti agar tak ada lagi narasi masyarakat adat diculik. Negara sangat abai akan hal ini," ujar Nurleli.

Ketua adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas Mangitua Ambarita mengaku komunitasnya sering mendapat kriminalisasi dari aparat kepolisian. Pada 2019, Thomson dan Jonny Ambarita dikriminalisasi. Bahkan, anaknya sendiri menjadi korban. Menurutnya, perlakuan ini harus ditindaklanjuti karena masyarakat adat bukan penggarap. "Kami sudah ada sebelum negara merdeka," kata Mangitua.

Sorbatua mengatakan ditangkap orang tidak dikenal dengan pakaian biasa dari jalan raya. Sedih dan bingung karena meninggalkan istrinya sendirian sambil menangis. Dia merasa tidak menduduki lahan siapa pun. Setahunya, tanah yang diusahainya milik Ompu Umbak Siallagan. Mei lalu, harusnya dilakukan ritual adat Manganjab.

"Tidak kami lakukan karena saya di penjara. Padahal saya tidak pernah melakukan kejahatan dan tindakan kriminal," ucap Sorbatua.

Hendra Sinurat, tim kuasa hukum dari TAMAN menyampaikan, tuntutan jaksa tidak dapat diterima karena aturan yang digunakan tidak memiliki kekuatan mengikat sehingga bertentangan dengan asas legalitas. Fakta persidangan juga tidak menemukan bukti yang jelas dan menyakinkan.

"Fakta-fakta persidangan tidak ditemukan bukti bahwa Sorbatua membakar hutan dan menduduki kawasan hutan. Dia tidak menduduki kawasan siapa pun, sehari-hari mengusahai wilayah adatnya sendiri," katanya.

Proses hukum yang dilakukan, lanjut Hendra, juga terkesan dipaksakan dan melanggar hak asasi. Upaya membungkam terdakwa selaku pemangku masyarakat adat, diduga merupakan tindakan kriminalisasi yang dilakukan negara.

Sorbatua ditangkap delapan orang tak dikenal saat membeli pupuk bersama istrinya dari jalan raya pada 22 Maret 2024. Tidak ada surat penangkapan yang diberikan, istrinya ditinggalkan sendiri dengan mobil dan pupuk.

Pilihan Editor: Jaringan TPPO Myanmar Ancam akan Amputasi Hendri jika Keluarga Tidak Setor Rp 500 Juta

Berita terkait

Kabupaten Seluma Bengkulu Akui 5 Komunitas Adat, Masih Tersisa 14 Lagi

16 jam lalu

Kabupaten Seluma Bengkulu Akui 5 Komunitas Adat, Masih Tersisa 14 Lagi

Regulator Kabupaten Seluma di Bengkulu mengakui keberadaan 5 komunitas adat.Seluma sudah memiliki Perda perlindungan masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Jokowi Berkantor di IKN, Masyarakat Adat Pemaluan: Kami Ingin Berkeluh Kesah

2 hari lalu

Jokowi Berkantor di IKN, Masyarakat Adat Pemaluan: Kami Ingin Berkeluh Kesah

Masyarakat adat di Kelurahan Pemaluan menyampaikan sejumlah harapannya ke Jokowi yang kini mulai berkantor di IKN.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 Bisa Melindungi Aktivis Lingkungan Hidup dari Kriminalisasi?

4 hari lalu

Bagaimana Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 Bisa Melindungi Aktivis Lingkungan Hidup dari Kriminalisasi?

Aktivis lingkungan hidup selama ini kerap dikriminalisasi dengan pasal-pasal tindak pidana KHUP maupun dengan UU ITE.

Baca Selengkapnya

UNESCO Hadiahi Sokola Institute Uang 30 Ribu Dolar lewat Confucius Prize for Literacy 2024

5 hari lalu

UNESCO Hadiahi Sokola Institute Uang 30 Ribu Dolar lewat Confucius Prize for Literacy 2024

Sokola Institute telah terpilih sebagai salah satu pemenang UNESCO Confucius Prize for Literacy 2024. Pengumuman dilakukan pada Hari Literasi Sedunia.

Baca Selengkapnya

KLHK Terbitkan Aturan Baru: Orang yang Perjuangkan Lingkungan Tak Bisa Dipidana dan Digugat Perdata

7 hari lalu

KLHK Terbitkan Aturan Baru: Orang yang Perjuangkan Lingkungan Tak Bisa Dipidana dan Digugat Perdata

KLHK menerbitkan regulasi baru perihal perlindungan terhadap pejuang lingkungan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Surati Paus Fransiskus, AMAN Cerita soal Proyek Pemerintah Ancam Masyarakat Adat

14 hari lalu

Surati Paus Fransiskus, AMAN Cerita soal Proyek Pemerintah Ancam Masyarakat Adat

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mengirimkan surat kepada Paus Fransiskus terkait perampasan wilayah adat oleh perusahaan milik Keuskupan Maumere dan Larantuka di Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya

DPR Didesak untuk Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

22 hari lalu

DPR Didesak untuk Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI) mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Gelar Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan, Penyusutan Organisasi Jadi Bahasan

28 hari lalu

Kemendikbudristek Gelar Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan, Penyusutan Organisasi Jadi Bahasan

Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek memfasilitasi kegiatan sarasehan nasional bagi kelompok penghayat dan masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Pegiat HAM Sebut Pejabat Pakai Baju Adat Hanya Gimik: RUU Perlindungan Masyarakat Adat Malah Enggak Dibahas

30 hari lalu

Pegiat HAM Sebut Pejabat Pakai Baju Adat Hanya Gimik: RUU Perlindungan Masyarakat Adat Malah Enggak Dibahas

Pegiat hak asasi manusia atau HAM, Amiruddin al-Rahab mengatakan, aksi para pejabat yang memakai baju adat tak lebih dari sekadar gimik.

Baca Selengkapnya

AMAN: Penggunaan Pakaian Adat oleh Pejabat Negara Tak Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Adat

30 hari lalu

AMAN: Penggunaan Pakaian Adat oleh Pejabat Negara Tak Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Adat

Pada upacara 17 Agustus kemarin, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Kustim asal Kalimantan Timur di IKN.

Baca Selengkapnya