TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebagai bentuk balas dendam karena gagal memenjarakannya pada perkara pertama. Sebab, menurut dia, tuntutan 15 tahun pidana penjara dengan nilai gratifikasi Rp 200 juta di luar nalar atau tidak masuk akal.
"Pidana penjara 15 tahun yang dituntut oleh KPK kepada saya terasa sangat berat dan di luar nalar," kata Gazalba Saleh saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Gazalba dengan 15 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan, serta pidana tambahan untuk membayar uang pengganti $S18.000 dan Rp 1.588.085.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
Hakim agung nonaktif Gazalba dinilai telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU senilai Rp 62,8 miliar dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam pembelaannya, Gazalba menyatakan tidak terima atas tuntutan Jaksa KPK karena menurut dia, dengan dugaan gratifikasinya yang hanya Rp 200 juta namun dituntut 15 tahun pidana penjara tidaklah adil jika dibandingkan dengan beberapa perkara sejenis dengan nilai gratifikasi lebih besar, tetapi tuntutan pidana penjaranya di bawah 15 tahun.
Dia pun menyebutkan beberapa contoh perkara yang dimaksud, seperti terdakwa Doktor I Wayan Candra yang nilai graifikasinya Rp 42 miliar tuntutan pidananya 15 tahun. Berikutnya, Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi dengan nilai gratifikasinya Rp 49,5 miliar tuntutan pidana penjaranya 12 tahun.
Dia juga merujuk perkara mantan Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang nilai graifikasi Rp 750 juta tuntutan 10 tahun; mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin dengan nilai gratifikasi Rp 572 juta pidana penjaranya 9 tahun; mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, dituntut 10 tahun 3 bulan pidana penjara dengan gratifikasinya Rp 58,97 miliar; serta mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang nilai gratifikasinya Rp 407 juta, tuntutan penjaranya 5 tahun.
"Apakah penuntut KPK punya standar acuan dalam menuntut perkara gratifikasi? Jika tidak ada, maka penuntut umum KPK telah menggunakan kewenangannya secara berlebih-lebihan," ujarnya.
Tidak hanya itu, Gazalba menyebut Jaksa KPK telah menggunakan abuse of power, subjektif, suka-suka, penuh kebencian, dan membabi buta dalam memberikan tuntutan terhadap dirinya.
Menurut dia, penegakan hukum yang objektif dan rasional telah diabaikan oleh Jaksa KPK. Ia menilai tuntutan Jaksa KPK berdasarkan pada keinginan balas dendam bahkan ia menyebut penuntut umum telah sengaja mengumbar foto-foto dan percakapan pribadi WhatsApp di persidangan yang tidak ada kaitannya dengan pembuktian unsur-unsur pasal yang didakwakan.
"Hanya demi mempermalukan saya. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa Pak Wawan dan kawan-kawan, serta melapangkan rezekinya, aamiin," ucap Gazalba Saleh.
Pilihan Editor: Siapa Cherry Lai, Owner Brandoville Studios Perusahaan Animasi yang Siksa Karyawan