Sidang Korupsi Timah, Saksi Mengaku Kenal Harvey Moeis Lewat Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 26 Agustus 2024 13:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ali Syamsuri selaku Kepala Bagian Unit Produksi PT Timah hadir sebagai saksi di sidang korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis. Dalam kesaksiannya, Ali menyebut mengenal Harvey setelah dikenalkan oleh Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung (Polda Babel) pada pertengahan 2018.
"Diperkenalkan Ditreskrimsus. Katanya, ini Pak Ali, nanti akan bekerja sama dengan PT Timah. Saya dengar, Harvey ini bagian dari PT RBT. Yang paling saya ingat Pak Harvey ini, karena dia paling ganteng," kata Ali Syamsuri di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, pada Senin, 26 Agustus 2024.
Namun, dalam persidangan Ali tidak mengungkap siapa nama pejabat Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung yang dimaksudkannya.
Ali juga memberikan keterangan bahwa perkenalannya dengan Harvey Moeis juga melibatkan Kasat Reskrim Polres Belitung Timur saat itu.
Ali menuturkan pertemuannya dengan Harvey berlangsung pada jam makan siang di sebuah restoran di Tanjung Tinggi. "Waktu itu tahun 2018, saya ditelepon Kasat Reskrim Polres Belitung Timur. Waktu itu, beliau mengatakan bahwa Pak Ditreskrimsus ngajak makan siang di Tanjung Tinggi," ujarnya.
Dalam kesaksiannya, Ali mengaku tidak mengetahui peran dari Polda Bangka Belitung dalam pengelolaan bijih timah. Kepada Majelis Hakim Tipikor, Ali menyebut PT Timah pada saat itu hanya bekerja sama dengan Brimob untuk pengawasan kegiatan penambagan.
"Karena tidak dalam forum resmi dan Ditreskrimsus tidak menyampaikan secara pasti kenapa dipertemukan dengan Harvey," ucap dia.
Kepala Bagian Unit Produksi PT Timah itu juga mendapat perintah dari Direktur Operasi PT Timah Alwin Akbar untuk menandatangani kontrak kerja sama degan dua perusahaan, salah satunya anak perusahaan afiliasi PT Refined Bangka Tin (RBT). Perintah tersebut terjadi pada akhir 2018.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah mengungkapkan 22 tersangka korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Pada awalnya, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir senilai Rp 271 triliun. Namun, perhitungan pakar mengungkapkan bahwa kerugian negara telah naik secara drastis menjadi Rp 300 triliun.
Penyebab dari lonjakan nilai kerugian ini berasal dari beberapa faktor, antara lain kemahalan harga sewa smelter, penjualan bijih timah kepada mitra, serta kerugian keuangan negara dan kerusakan lingkungan.
Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, kewajiban untuk membayar kerugian negara itu dibebankan kepada para tersangka yang terlibat dalam kasus ini, tidak hanya oleh PT Timah Tbk.
“Kewajiban melekat di PT Timah karena di jalankan di dalam Izin Usaha Pertambangan (PT Timah), tapi rugi terus. Ini harus dibebankan ke mereka yang menikmati,” kata Febrie di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu, 29 Mei 2024.
Hal ini disampaikan Febrie sebagai respons terhadap kenyataan bahwa PT Timah tidak mungkin sanggup membayar total kerugian negara sebesar Rp 300 triliun itu sendiri, terutama karena perusahaan terus merugi.
Pilihan Editor: Demo di DPR dan KPU Hari Ini, Polda Metro Jaya Siagakan 4.176 Personel