Komnas Perempuan Sebut Guru Honorer Pengungkap Korupsi Seleksi PPPK Langkat Korban Kriminalisasi
Reporter
Dian Rahma Fika
Editor
Febriyan
Selasa, 22 Oktober 2024 15:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan telah menerima aduan Meilisya Ramadhani, guru honorer yang membongkar kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pemerintah Kabupaten Langkat melaporkan Meilisya ke polisi karena membongkar kecurangan itu.
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyatakan pihaknya telah memeriksa laporan Meilisya tersebut. Berdasarkan penelusuran mereka, kata Fuad, Meilisya bisa dikategorikan sebagai korban kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia (HAM). "Bu Meilisya ini adalah perempuan pembela HAM dan kemudian dilaporkan ke kepolisian, nah ini sudah menunjukkan bahwa beliau dikriminalisasikan," ucap Fuad saat ditemui di kantornya pada Senin, 21 Oktober 2024.
Fuad menceritakan, Pemkab Langkat melaporkan Meilisya hanya dua hari sebelum para guru honorer di Kabupaten Langkat memenangkan gugatan soal seleksi PPPK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan pada 26 September lalu. Para guru honorer itu mengajukan gugatan agar PTUN membantalkan hasil seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023.
"Ternyata Bu Meilisya ini dilaporkan ke kepolisian oleh pihak yang kalah di dalam PTUN," ujar laki-laki yang akrab dipanggil Cak Fu itu.
Karena itu, Fuad menilai apa yang menimpa Meilisya adalah bentuk kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM. Meilisya, kata Fuad, memiliki posisi yang kuat dalam melindungi hak-hak 103 guru honorer yang dirugikan dalam seleksi PPPK Langkat tahun 2023.
"Oleh karena itu beliau harus dipastikan, dijamin keamanannya," kata Fuad yang mengagendakan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) usai sesi audiensi bersama Meilisya dan kuasa hukumnya.
Sebelumnya, ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat memprotes hasil seleksi PPPK Tahun 2023. Mereka mengungkap adanya permainan uang dari sejumlah pejabat di sana untuk meloloskan calon tertentu. Sejumlah guru honorer juga mengaku tak lolos meskipun telah memberikan uang.
Mereka pun telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara. Polisi sejauh ini telah menetapkan lima tersangka. Namun hingga saat ini, polisi masih belum menahan kelima tersangka itu.