TEMPO Interaktif, Tangerang - Prita Mulyasari terdakwa pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra keberatan jika dikatakan menolak damai dan mengabaikan langkah hukum yang telah dilakukan oleh RS Omni dengan mencabut perkara perdata.
”Bukannya saya menolak damai, tapi saya harus hati-hati,” ujarnya di Pengadilan Negeri Tangerang, hari ini, Selasa (15/12).
Menurut Prita, saat seperti ini adalah waktu yang sangat menentukannya dalam memperoleh keadilan. Segala apa yang ia ucapkan dan lakukan jika tidak penuh kehati-hatian akan fatal akibatnya. ”Satu kata bisa menjadi bukti di pengadilan,” kata ibu dua anak ini.
Prita menuturkan sikap kehati-hatiannya ini berdasarkan pengalaman yang telah ia alami. Proses penyidikan, dipenjara, disidang, dibebaskan, disidang lagi hingga dihukum membayar ganti rugi kepada RS Omni membuatnya banyak belajar. ”Saat ini saya harus menghadapi keputusan pengadilan untuk perkara pidana,” tuturnya.
Menyikapi proses upaya damai yang digagas oleh Departemen Kesehatan belum juga membuahkan kesepakatan damai, Prita hanya pasrah. ”Kami telah berusaha, tapi belum juga menemukan titik temu, Mungkin inilah yang harus saya jalani,” katanya.
Slamet Yuwono, kuasa hukum Prita menambahkan, sikap RS Omni yang tidak mau menanggapi permintaan mereka agar dua dokter yang mengugat pidana Prita untuk meminta kepada majelis hakim agar Prita dibebaskan dari segala tuntutan menandakan rumah sakit tersebut tidak punya itikad baik dan keseriusan dalam menyelesaikan masalah ini. ”Jadi bukan Prita yang menolak damai, tapi Omni yang tidak mau berdamai,” kata Slamet.