Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta membawa poster bertuliskan tuntutan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, 28 Januari 2016. Mereka juga menuntut Pemprov DKI Jakarta untuk menghentikan reklamasi pantai dengan proyek Giant Sea Wallnya yang menyebabkan penurunan tanah. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Rapat dengar pendapat antara DPRD Jakarta dengan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia kemarin berlangsung riuh. Suara Ketua KNTI Muhammad Taher meninggi begitu sejumlah anggota Badan Legislasi mengiming-imingi dia dan para nelayan pelbagai fasilitas dan keuntungan jika menyetujui reklamasi atau pembuatan pulau di Teluk Jakarta.
KNTI aktif menolak gagasan pemerintah membuat 17 pulau ini. Mereka menggugat izin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terhadap pengembang menguruk laut Jakarta itu. Tawaran anggota DPRD menyetujui reklamasi seperti menyiram bara dengan bensin.
Bestari Barus dari Partai NasDem, misalnya, mengatakan bakal membangun pasar ikan, persewaan kapal, dan restoran di 13 pulau yang dikelola oleh paguyuban nelayan tradisional jika mereka mendukung reklamasi. “Kami mencarikan solusi untuk mereka,” ujar Bestari seperti dikutip Koran Tempo edisi 4 Februari 2016.
Taher menolak semua bujuk rayu DPRD itu. Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara berujung debat antara anggota Dewan dan nelayan. “Ini soal bagaimana nelayan merdeka bukannya melayani orang kaya,” kata dia.