Ahmadiyah Depok Akan Ajukan Gugatan Penyegelan Masjid

Reporter

Editor

Juli Hantoro

Rabu, 7 Juni 2017 17:07 WIB

Jamaah Ahmadiyah Depok melaksanakan salat isya dan taraweh berjamaah di markas mereka yang disegel di Jalan Raya Muchtar Sawangan, 5 Juni 2017. Foto: Imam Hamdi

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Jamaah Ahmadiyah Depok Fitri Sumarni mengatakan timnya sedang menyusun upaya hukum atas penyegelan kembali bangunan mereka yang digunakan untuk ibadah. Bangunan tersebut, kata Fitri, adalah Masjid Al Hidayah di Jalan Muchtar Sawangan, tempat jamaah Ahmadiyah beribadah yang tujuh kali disegel.

"Penyegelan tidak sah. Tidak ada Peraturan Daerah yang dilanggar oleh JAI (Jamaah Ahmadiyah Indonesia)," kata Fitri, Rabu, 7 Juni 2017.

Menurutnya, apa yang disampaikan Walikota Depok Idris Abdul Shomad dalam konferensi persnya kepada media, tidak benar. Saat itu, Idris mengatakan penyegelan sebagai bentuk pemerintah untuk melindungi jamaah Ahmadiyah, dan juga sebagai bentuk toleransi.



Baca: Segel Markas Ahmadiyah, Wali Kota Depok: Sudah Sesuai Aturan



"Mana ada penyegelan sebagai bentuk toleransi," ujarnya. Menurutnya, pernyataan Walikota Depok sudah salah dan bertolak belakang dengan kenyataan. Penyegelan itu merupakan salah satu bentuk sanksi atas suatu pelanggaran.

"Jadi konyol kalau dibilang suatu bentuk toleransi. Kalau walikota tahu ada yang akan merusak masjid, ya laporkan dong ke polisi bukan masjidnya yang disegel," ujarnya.

Pihaknya saat ini, sedang fokus melakukan pendampingan kepada saksi-saksi yang dipanggil kepolisian atas laporan Pemkot Depok bahwa ada perusakan segel. "Segel yang dipasang Pemkot Depok berupa plang tertulis masih utuh, tidak ada yang dirusak," ujarnya. "Penyegelan juga tidak sah, karena tidak ada putusan pengadilan."

Idris mengatakan langkah tersebut diambil untuk melindungi mereka dari aksi massa yang tidak menerima keberadaan jamaah Ahmadiyah di wilayah itu. "Pemerintah ingin melindungi mereka dari kekerasan yang kami khwatirkan. Sehingga kami segel lagi," kata Walikota Depok Idris Abdul Shomad di Balai Kota Depok, Minggu, 4 Juni 2017.

Menurutnya, penyegelan merupakan bentuk toleransi pemerintah untuk menjaga jamaah Ahmadiyah. Namun, jamaah Ahmadiyah Depok, malah membuka kembali tempat kegiatan mereka setelah disegel. "Karena sudah keenam kali kami segel dan dibuka kembali, akhirnya kami laporkan ke polisi," ujarnya.

Pemkot Depok juga telah membalas surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait rekomendasi pelesan segel. Bangunan yang disegel, kata dia, memang memiliki izin rumah dan masjid.

Namun, tempat tersebut dijadikan kantor dan kegiatan untuk menyebarkan ajaran mereka. Sehingga, kata dia, pemerintah berhak menyegel markas yang dijadikan kantor tersebut. "Bangunan itu sudah di luar peruntukannya," ujarnya.

Bahkan, bangunan yang disebut mereka sebagai masjid tidak boleh dimasuki untuk salat bersama penduduk lain. Pemerintah, kata dia, sudah mencoba membuka bangunan tersebut untuk digunakan bersama. Bahkan, pemerintah ingin memasukan ulama maupun ustad untuk beribadah bersama mereka.

"Tapi, mereka tidak menerima. Mereka hanya ingin dari komunitasnya saja," ujarnya. "Silahkan kalau itu disebut masjid untuk umum."

Masalah ini, kata Idris, jika dibiarkan bisa menimbulkan konflik yang lebih besar lagi. Justru, pemerintah ingin melindungi mereka agar tidak diamuk masa. "Ini (tindakan main hakim sendiri) yang kami khawatirkan."

IMAM HAMDI

Advertising
Advertising

Berita terkait

Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran

6 Juni 2018

Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran

Penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah jemaah Ahmadiyah di Grebek, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terjadi pada 19 dan 20 Mei lalu.

Baca Selengkapnya

Ahmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998

21 Mei 2018

Ahmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998

Tindakan intoleran terhadap jemaah Ahmadiyah yang baru-baru ini terjadi adalah aksi penyerangan, perusakan, dan pengusiran di Lombok Timur, NTB.

Baca Selengkapnya

Ahmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok

21 Mei 2018

Ahmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok

Jamaah Ahmadiyah meminta langkah cepat Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seperti pernyataannya di media sosial.

Baca Selengkapnya

Perusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang

21 Mei 2018

Perusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang

Massa merusak 24 rumah warga Ahmadiyah. Polisi mengevakuasi penduduk ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur.

Baca Selengkapnya

Setara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab

20 Mei 2018

Setara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab

Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur.

Baca Selengkapnya

Sekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB

20 Mei 2018

Sekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB

Sekelompok orang melakukan penyerangan, perusakan, dan pengusiran terhadap warga penganut Ahmadiyah di Desa Greneng, Lombok Timur.

Baca Selengkapnya

Jemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam

25 Juli 2017

Jemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam

Jemaah Ahmadiyah minta dalam kolom agama e-KTP ditulis Islam.

Baca Selengkapnya

Warga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP

24 Juli 2017

Warga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP

Jemaah Ahmadiyah di Kuningan meminta Ombudsman mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan e-KTP bagi warga Manislor yang juga Ahmadiyah.

Baca Selengkapnya

Tjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong

24 Juli 2017

Tjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

Baca Selengkapnya

Human Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan

14 Juni 2017

Human Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan

Sejak ada SKB tiga menteri, kata Andreas, semakin banyak masyarakat Indonesia yang intoleran.

Baca Selengkapnya