TEMPO.CO, Tangerang - Sejak awal polisi sudah mencurigai bahwa pelaku pembunuhan satu keluarga adalah Mukhtar Effendi alias Pendi, 60 tahun, suami korban Titin Suhaema (40).
Pendi secara sadis membunuh Titin Suhaema dan dua gadis anak Titin, yakni Nova (19) dan Tiara (11). Pembunuhan satu keluarga itu terjadi di Jalan Melati IV Perumahan Taman Kota Permai Periuk, Kota Tangerang, pada Senin sore, 12 Februari 2018.
Polisi dengan cepat menemukan tiga bukti sebagai petunjuk kuat pelaku yang mengarah ke Pendi, seolah korban luka yang selamat sekaligus saksi mahkota.
Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Tangerang Ajun Komisaris Besar Deddy Supriadi menuturkan, petunjuk pertama adalah ditemukan ember berisi air yang bercampur darah. Di dalamnya ada kain bekas mengepel lantai akibat darah berceceran. Ember itu ada di kamar belakang, tempat Pendi ditemukan dalam keadaan terluka.
Baca: Motif Pembunuhan Satu Keluarga di Tangerang Masalah Mobil Merah
Petunjuk kedua, Deddy meneruskan, ditemukan 4 handphone dalam keadaan rusak. "Seperti bekas dibanting dan diremuk oleh tangan yang disembunyikan di atas plafon," kata Deddy kepada Tempo pada Rabu, 14 Februari 2018.
Dalam jumpa pers kemarin, polisi menunjukkan alat bukti empat handphone rusak itu tadi. Tempo melihat telepon selular itu rusak dan terbelah.
Menurut sepupu Nova, Asep, salah satu handphone itu milik Nova. Adeli, ayah kandung Nova, menuturkan bahwa menghubungi anaknya pada Senin tapi tidak berbalas.
Nah, petunjuk atau bukti yang menguatkan bahwa Pendi pelakunya adalah ditemukan pisau belati bersarung yang disimpan di almari pakaian di kamar tempat Pendi terkapar dengan luka tusuk di perut.
Meski dugaan tersangka pembunuhan satu keluarga kuat mengarah ke Pendi, polisi memprioritaskan pemulihan kesehatannya dengan memindahkan perawatan dari RSUD Tangerang ke RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
"Demi keamanan, tersangka dijaga," ucap Kepala Polres Metro Tangerang Komisaris Besar Harry Kurniawan.
Pendi mengaku pembunuhan itu dipicu kekesalannya akibat tersinggung dengan istrinya yang mengkredit mobil dan tak sanggup membayar tagihan tanpa sepengetahuan Pendi.
"Ema mengajukan kredit mobil, tidak diijinkan suami. Namun Ema tetap memaksa. Saat ada tagihan, dia minta ke suami karena tidak sanggup membayar cicilan itu,"kata Deddy.
Simak pula: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga Adalah Suami Siri Ema
Cekcok suami-istri pun terjadi selama tiga hari berturut-turut sebelum pembunuhan. Puncaknya, pada Senin dini hari lalu, keduanya ribut hingga sempat kedengaran tetangga rumah sebelah kiri bernama Rohayati, ibu teman bermain Tiara berinisial CK. Rohayati mendengar sekitar 10 menit suara gaduh disertai teriakan pada pukul 03.00. Sejak itu, rumah sepi hingga CK siang hari menceritakan kalau Tiara tidak bermain.
Sorenya, sekitar pukul 15.00 Ketua RT Pratomo dan bekas Ketua RT Alwanto mendatangi rumah korban karena mendapat laporan dari warga sejak pagi tidak ada aktivitas. Keduanya masuk dengan membuka pagar rumah setinggi 1,5 meter yang tidak dikunci kemudian mendobrak pintu rumah.
Setelah masuk, mereka mendapati Ema bersimbah darah tertelungkup di kasur lantai kamar depan. Tangan kanannya merangkul Nova dan jasad Tiara di sisi kirinya. Kepala Tiara tertutup bantal boneka. Pendi ditemukan luka parah di kamar belakang.
Temuan jasad itu lalu dilaporkan ke Polsek Jatiuwung. Korban selamat Pendi yang belakangan jadi tersangka dilarikan ke rumah sakit.
Pembunuhan satu keluarga ini membuat ayah Nova syok. Adeli suami pertama Ema datang ke rumah korban pada hari Senin karena panggilan teleponnya tidak dijawab Nova. Sampai di sana dia mendapati anaknya telah tiada.
"Saya menelepon hari Minggu, menanyakan kabar dan kuliahnya, dia jawab tidak begitu jelas, suaranya terdengar serak," katanya di rumah duka korban pembunuhan satu keluarga.