TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan saat ini kaum terpelajar tak banyak membicarakan isu kemiskinan dan ketimpangan sosial. Dia menyebut justru para ulama yang lebih banyak menyoroti isu tersebut.
"Para ulama lebih banyak berbicara soal kemiskinan dan ketimpangan, sedangkan kita di universitas semakin jarang menyoroti isu ini," kata Anies Baswedan dalam sambutannya di acara 7th Southeast Asia Studies Symposium di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu, 24 Maret 2018.
Anies Baswedan menuturkan, fenomena tersebut menjelaskan mengapa kemiskinan dan ketimpangan kini lebih banyak dibahas dari perspektif relijius. Kata dia, tak banyak kaum terpelajar, baik profesor atau mahasiswa yang membahas isu kemiskinan dan ketimpangan dari sudut pandang akademik.
Baca : Cerita Anies Baswedan Sempat Lupa Waktu Earth Hour Dimulai
"Pelajar kini semakin berjarak dengan isu kemiskinan dan ketimpangan," ujar mantan Rektor Universitas Paramadina ini.
Dari 10 juta masyarakat Jakarta, kata Anies, sekitar 3 juta di antaranya hanya berpenghasilan Rp 1 juta per bulan. Dia mengatakan jumlah itu bahkan tak cukup untuk biaya transportasi.
Selain itu, lebih dari 40 persen warga Jakarta tak memiliki akses terhadap air bersih. Kelompok masyarakat ini harus membayar Rp 600 ribu per bulan untuk mengakses air bersih. Padahal, masyarakat yang tergolong mampu membayar jauh lebih murah yakni kisaran Rp 120 ribu per bulan.
Ilustrasi kemiskinan Jakarta. Getty Images
"Semuanya jadi lebih mahal bagi mereka yang tidak punya privilege di Jakarta," ujarnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini berpendapat akademisi harus kembali menyoroti isu-isu sosial.
Anies Baswedan pun mengajak para profesor dan mahasiswa dari sejumlah kampus di Asia Tenggara yang hadir di acara ini untuk terlibat dan berpartisipasi dalam merespons masalah kemiskinan dan ketimpangan di masyarakat. "Dulu kalau ditanya, siapa yang bela kemiskinan dan ketimpangan? Kampus," kata Anies Baswedan lagi.