TEMPO.CO, Bogor - Pemerintah Kabupaten Bogor mengklaim selalu mengikuti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam merencanakan dan menangani permasalahan Puncak. Namun, kebijakan untuk penanganan banjir Jakarta tersebut dinilai cenderung tidak konsisten.
"Dalam kontek perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di kawasan Puncak, sudah dilakukan dan terus dijalankan Pemerintah Kabupaten Bogor," kata Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pembangunan (Bappeda Litbang) Kabupaten Bogor, Ajat Rohmat Jatnika, Ahad, 25 Maret 2018.
Menurut Ajat, dalam penataan ruang di kawasan Puncak, telah diatur oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden nomor 114 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur (Bopuncur).
"Dari Kepres ini pemerintah daerah mengeluarkan instrumen dan pendetilan penataan ruang wilayah Puncak dengan mengeluarkan Peraturan Daerah nomor 54 Tahun 2008 dan nomor 19 tahun 2008," kata Ajat.
Persoalannya, Ajat menambahkan, dalam penanganan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah (Bogor, Jawa Barat, hingga kementerian terkait), sejak 2001 hingga saat ini belum diwujudkan secara signifikan. "Penanganan puncak belum ada tindakan yang signifikan, karena terkadang aturan penanganan Puncak mengacu ke yang lebih tinggi, namun dalam pelaksanaan terkesan masing-masing," kata Ajat.
Berdasarkan riset tentang penangan Puncak, dari tahun banjir Jakarta tetap terjadi akibat hujan di kawasan Puncak. Salah satu solusinya, ujar Ajat, pada 2001 riset penanganan puncak meeekomendasikan agar dibuat 4800 sumur resapan air di Puncak. “$800 sumur resapan itu diharapkan menjadi penampung air saat musim hujan dan menjadi cadangn air saat musim kemarau," ujar Ajat.
Namun, kata Ajat, rencana pembuatan 4800 sumur resapan yang digagas dari tahun 2001 itu tidak pernah diwujudkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ali-alih membangun 4800 sumur resapan, tiba-tiba muncul gagasan baru. “Tercetus kebijakan baru, yakni membangun sodetan, waduk sekaligus pembangkit listrik. Saat ini membangun waduk Ciawi dan Sukamahi," kata Ajat.
Padahal, kata Ajat, pembangunan Waduk Ciawi (Cipayung) dan Sukamahi hanya berfungsi untuk menahan arus air, akan tetapi air tersebut tetap mengalir ke Jakarta. "Pembangunan dua waduk ini fungsinya secara garis besar sama seperti Bendung Katulampa, bukan untuk menampung air, namun hanya sebagai penghalau, " ucap Ajat.
Mana kala kawasan Puncak di guyur hujan deras, air tetap saja melimpah ke Sungai Ciliwung, sehingga menimbulkan banjir Jakarta. "Sedangkan pada musim kemarau, bendung ini akan kering. Namun, saat puncak musim kemarau tidak dapat menjadi cadangan air," kata Ajat.